Friday, May 11, 2007

sudah saatnya Indonesia beradaptasi dengan dampak ekstrem Pemanasan Global

Media Advisory - Jakarta, 27 April
Media perlu mengingatkan: sudah saatnya Indonesia beradaptasi dengan
dampak ekstrem Pemanasan Global!"
Jakarta, 27 April 2007 -"Laporan IPCC (panel Pakar Perubahan Iklim) makin menggarisbawahi bahwa perubahan ikilm adalah ancaman serius bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya," tegas Mubariq Ahmad, Direktur Eksekutif WWF-Indonesia, menanggapi dikeluarkannya hasil penilaian ilmiah tentang dampak global Perubahan Iklim yang dikeluarkan Kelompok Kerja II pada IPCC di Brussels, Belgia, awal
April lalu.
Fitrian Ardiansyah, Direktur Program Iklim dan Energi, WWF-Indonesia menambahkan,"Dampak perubahan iklim sudah terjadi. Sekarang dan akan
makin menjadi. Mulai dari kebakaran hutan, pemutihan karang, gagal panen, sampai punahnya spesies. Tahun 2007 ini menjadi tonggak peringatan bagi pemerintahan di seluruh dunia untuk membuat strategi adaptasi atas dampak besar yang lain: badai, kekeringan, banjir dan naikknya permukaan air laut, termasuk pemerintah Indonesia. Sambil bersama-sama berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca."
Negara berkembang yang akan paling menderita karena tidak mampu membangun infrastruktur untuk beradaptasi, walaupun dampak Perubahan Iklim juga dirasakan negara maju. Tapi tidak melalukan apapun bukan pilihan bijaksana, justru hanya memberikan konsekwensi lebih besar. Laporan IPCC memperlihatkan adanya peluang, namun kita perlu bekerja secara kolektif dalam jangka panjang untuk mencegah krisis ini.
Kenapa? Semua makhluk hidup sangat tergantung pada sumber daya alam. Mangrove dan terumbu karang melindungi pantai, hutan melindungi persediaan air, dan seterusnya.
IPCC memprediksikan jika tidak ada upaya yang dilakukan secara global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, maka pada tahun 2100 suhu bumi akan meningkat hingga 5,8 derajat C, terhitung dari tahun 1990. "Sebagian besar ekosistem tidak akan mampu beradaptasi jika terjadi kenaikan suhu bumi secara global lebih dari 2derajat
celsius. Akan terjadi kepunahan banyak spesies,"ungkap Fitrian. Bagaimana dengan Indonesia? Pada tahun 997/1998, El Nino telah menyebabkan terjadinya peristiwa
pemutihan karang secara luas di beberapa wilayah, seperti bagian timur Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok. Di Kepulauan Seribu, 90-95% terumbu karang yang berada hingga kedalaman 25 meter mengalami kematian akibat pemutihan karang (Reefs at Risk in Southeast Asia, WRI, 2002). Sementara, di Bali Barat sendiri pemutihan karang
menyerang 75-100% tutupan karang.
Peristiwa El Nino tersebut juga telah menyebabkan rentannya banyak kawasan terhadap kebakaran. Pada periode 1997-1998, kegiatan pembukaan lahan di musim kemarau yang dipengaruhi El Nino mengakibatkan terbakarnya kawasan hutan seluas 10 juta ha (FWI,
2001). Tercatat, 80% dari kejadian tersebut terjadi di lahan gambut.
Padahal, lahan gambut merupakn penyerap emisi karbon terbesar di dunia. Akibat peristiwa ini, sebanyak 0,81-2,57 gigaton karbon dilepaskan ke atmosfer.

"Kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat peristiwa ini lebih dari US$3 milyar!Termasuk di dalamnya dampak terhadap kesehatan, transportasi, dan industri pariwisata," jelas Fitrian

TANGGAPAN

Indonesia sangat rentan terhadap Perubahan Iklim karena kegiatan ekonomi masyarakatnya sangat tergantung pada sumber daya alam. Sektor pertanian, kesehatan, perikanan, kelauatan, pariwisata, kehutanan, transportasi, dan perindustrian merupakan sektor-sektor yang kritis terkena dampak. Oleh karena itu, sektor-sektor tersebut perlu meningkatkan kemampuan beradaptasi terhadap dampak perubahan
iklim, dari segi ekonomi dan pembuatan kebijakan yang berhubungan dengan Perubahan Iklim.

Dekatnya isu Perubahan Iklim dengan isu Pembangunan menyebabkan WWF-Indonesia mengajak dan mengingatkan semua pihak untuk mengubah paradigma. Tidak hanya melihat ancaman Perubahahn Iklim sebagai isu lingkungan saja, tetapi juga isu sosial ekonomi nasional. "Sudah saatnya semua sektor tidak lagi berpikir sektoral, namun bersinergi
untuk membuat sebuah mekanisme satu atap untuk merancang sebuah strategi adaptasi nasional," tegas Fitrian.
Menurut saya langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan strategi adaptasi nasional, yaitu:
1. Membangun sistem informasi dan data base mengenai dampak-dampak perubahan Iklim, termasuk didalamnya:
a. Identifikasi dampak-dampak perubahan iklim yang telah dan akan terjadi di Indonesia.
b. Menetapkan daerah-daerah yang kritis akan dampak sebagai prioritas untuk melakukan tindakan adaptasi.
2. Mengembangkan sistem peringatan dini akan bencana-bencana alam dan lingkungan yang akan terjadi, seperti kebakaran hutan, banjir, badai, pemutihan karang, dsb.
3. Manajemen yang dilakukan secara multipihak untuk menanggulangi dampak-dampak perubahan iklim yang akan terjadi.
4. Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat ketika dampak perubahan iklim terjadi

No comments: