Nama : Rina Triana 0526
Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan.
Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus
urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.
Kemiskinan, menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, safety life (James. C.Scott, 1981), mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani desa bekerja sepanjang
hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit.
Kemiskinan menjadi alasan yang sempurna rendahnya Human Development Index (HDI), Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Secara menyeluruh kualitas manusia Indonesia relatif masih sangat rendah, dibandingkan dengan kualitas manusia di negara-negara lain di dunia. Berdasarkan Human Development Report 2004 yang menggunakan data tahun 2002, angka Human Development Index (HDI) Indonesia adalah 0,692. Angka indeks tersebut merupakan komposit dari angka harapan hidup saat lahir sebesar 66,6 tahun, angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 87,9 persen, kombinasi angka partisipasi kasar jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi sebesar 65 persen, dan Pendapatan Domestik Bruto per kapita yang dihitung
berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity) sebesar US$ 3.230. HDI Indonesia hanya menempati urutan ke-111 dari 177 negara (Kompas, 2004).
Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk (1) memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum; (3) Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman; (4) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan; (7) Hak rakyat untuk memperoleh keadilan; (8) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk berinovasi;(10) Hak rakyat menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan; dan
(11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik.
Monday, May 14, 2007
Kisah 50 Negeri termiskin di Dunia 21 Juli 2006
POSTED BY:
ANITA MANDA SARI (05043)
20.07.2006. Milyaran manusia yang hidup di lima puluh negara yang digolongkan paling miskin di dunia, masih jauh dari harapan perubahan nasib.
Urbanisasi besar-besaran dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara itu ternyata cuma memberikan kesempatan perbaikan hidup secara terbatas pada sedikit saja warganya. Akibatnya, mereka justru makin menjadi manusia yang lebih rentan di hadapan persaingan yang makin ketat di dunia yang makin kurang toleran ini. Kondisi ekonomi dan pembangunan yang sangat lambat membuat rakyat di 50 negara itu dihadapkan pada bahaya krisis kemanusiaan, bahkan konflik antar warga.
Begitulah salah satu kesimpulan sebuah studi yang dilakukan UNCTAD, Badan PBB untuk urusan Pembangunan dan Perdagangan. Laporan penelitian itu Kamis petang secara bersamaan diluncurkan di sejumlah kantor perwakilan PBB di seluruh dunia, termasuk di Berlin, Jerman. Sekitar tiga perempat dari negara termiskin, atau dalam bahasa lain,
negara paling kurang maju, berada di Afrika. Sisanya berada di Asia dan Pasifik.
Sebagian besar dari 50 negara termiskin itu mengandalkan ekonomi pada sektor tradisional, yakni pertanian. Angkatan kerja yang berkerja di sektor ini mencapai angka 70 persen. Sebagian negara, seperti Bangladesh, Gambia dan Senengal mulai mengembangkan industri melalui produksi barang kelontong dan tekstil. Sejumlah negara, seperti Angola, Ginea Ekuator, Sudan dan Yaman mengandalkan ekonomi
pada ekspor minyak bumi. Sementara sebagian besar dari 50 negara termiskin di dunia itu justru merupakan pengimpor minyak bumi. Yang menarik, sebetulnya sebagian negara-negara termiskin itu mengalami angka pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Di tahun 2004 lalu, angka pertumbuhan rata-rata mencapai 5.9 persen. Masalahnya,
sebagian besar pertumbuhan itu berkaitan dengan berlipat-gandanya kucuran bantuan dari negara-negara kaya sepanjang periode 1999 hingga 2004. Sayangnya, menurut Kepala UNCTAD, Supachai Panitchpakdi pertumbuhan ekonomi tinggi itu tidak langsung mengejawantah ke dalam penyediaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Ahli ekonomi Perserikatan bangsa-Bangsa PBB, Michael Hermann menyatakan,pengangguran menjadi masalah sosial terbesar di 50 negeri termiskin itu.
"Lemahnya restrukturisasi di sektor industri dan pelayanan jasa membuat sebagian besar orang gagal menemukan pekerjaan yang sesuai. Mereka rata-rata bekerja di bidang informal, dengan tingkat produktivitas yang rendah dan upah yang murah. Mereka tenaga kasar yang tidak akan mampu bekerja di perusahaan resmi. Mereka hanya bisa membersihkan jalanan ketimbang bekerja di pabrik tekstil misalnya."
Tingkat pendidikan yang sangat rendah, serta keterampilan yang terbatas, membuat penduduk sulit bersaing di pasar kerja, karena produktivitasnya sangat rendah. Dalam hitung-hitungan UNCTAD, lima pekerja di 50 negeri termiskin itu tingkat produktivitasnya sama dengan seorang pekerja di negara berkembang. Dan kalau dibandingkan dengan negara maju, lebih parah lagi. Tingkat produktivitasnya 1
berbanding 94. Artinya, apa yang dihasilkan oleh seorang pekerja di negara maju, menyamai apa yang dihasilkan 94 orang pekerja di negeri termiskin.
Masalahnya, upaya menggerakan roda ekonomi di negara-negara miskin berhadapan pula dengan berbagai perkara lain yang bagai benang kusut. Seperti kerusuhan sosial, korupsi, dan kekuasaan para diktator. Sementara menurut Michael Hermann, bantuan dari negara maju, juga tak terlalu tertuju pada upaya peningkatan kemampuan ekonomi rakyat.
"Seruan untuk menggerakkan roda perekonomian bukan ide yang revolusioner. Tapi dalam konteks politik, seruan itu hampir seperti perubahan paradigma. Karena politik bantuan pembangunan negara barat cenderung diarahkan untuk bidang sosial. Misalnya saja bantuan lebih difokuskan untuk bidang kesehatan dan pendidikan."
Huru-hara, kemiskinan, penindasan, korupsi, tingginya utang luar negeri, langkanya lapangan kerja dan sangat rendahnya upah, membuat banyak warga 50 negara termiskin itu tergerak mengadu nasib ke negara-negara industri maju. Masalahnya, sebagian besar dari arus imigrasi itu berlangsung secara ilegal, dan akhirnya menimbulkan masalah sosial baru. Kembali Michael Hermann:
"Jika negara-negara ini gagal menggerakkan roda perekonomiannya, maka kita akan berhadapan dengan krisis utang yang baru. Lalu krisis lapangan kerja. Sehingga mereka yang tidak punya pekerjaan di negaranya akan bermigrasi ke wilayah seperti Eropa. Itulah yang akan terjadi, kalau kita tidak mendorong perekonomian negara-negara
miskin ini."
MENURUT SAYA :
- Hendaknya pemerintah dan aparatur negara ini dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk dengan pemerataan pertumbuhan ekonomi terutama sektor ril (UKM)
- Peningkatan kualitas pendidikan serta pemerataan pendidikan di Negeri ini merupakan faktor utama dalam pembangunan ekonomi
- Pemerintah juga diharapkan dapat menciptakan iklim pertumbuhan investasi yang kondusif serta aman di Negeri ini
- Penegakan hukum juga berperan penting dalam penciptaan stabilitas pembangunan ekonomi
ANITA MANDA SARI (05043)
20.07.2006. Milyaran manusia yang hidup di lima puluh negara yang digolongkan paling miskin di dunia, masih jauh dari harapan perubahan nasib.
Urbanisasi besar-besaran dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara itu ternyata cuma memberikan kesempatan perbaikan hidup secara terbatas pada sedikit saja warganya. Akibatnya, mereka justru makin menjadi manusia yang lebih rentan di hadapan persaingan yang makin ketat di dunia yang makin kurang toleran ini. Kondisi ekonomi dan pembangunan yang sangat lambat membuat rakyat di 50 negara itu dihadapkan pada bahaya krisis kemanusiaan, bahkan konflik antar warga.
Begitulah salah satu kesimpulan sebuah studi yang dilakukan UNCTAD, Badan PBB untuk urusan Pembangunan dan Perdagangan. Laporan penelitian itu Kamis petang secara bersamaan diluncurkan di sejumlah kantor perwakilan PBB di seluruh dunia, termasuk di Berlin, Jerman. Sekitar tiga perempat dari negara termiskin, atau dalam bahasa lain,
negara paling kurang maju, berada di Afrika. Sisanya berada di Asia dan Pasifik.
Sebagian besar dari 50 negara termiskin itu mengandalkan ekonomi pada sektor tradisional, yakni pertanian. Angkatan kerja yang berkerja di sektor ini mencapai angka 70 persen. Sebagian negara, seperti Bangladesh, Gambia dan Senengal mulai mengembangkan industri melalui produksi barang kelontong dan tekstil. Sejumlah negara, seperti Angola, Ginea Ekuator, Sudan dan Yaman mengandalkan ekonomi
pada ekspor minyak bumi. Sementara sebagian besar dari 50 negara termiskin di dunia itu justru merupakan pengimpor minyak bumi. Yang menarik, sebetulnya sebagian negara-negara termiskin itu mengalami angka pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Di tahun 2004 lalu, angka pertumbuhan rata-rata mencapai 5.9 persen. Masalahnya,
sebagian besar pertumbuhan itu berkaitan dengan berlipat-gandanya kucuran bantuan dari negara-negara kaya sepanjang periode 1999 hingga 2004. Sayangnya, menurut Kepala UNCTAD, Supachai Panitchpakdi pertumbuhan ekonomi tinggi itu tidak langsung mengejawantah ke dalam penyediaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Ahli ekonomi Perserikatan bangsa-Bangsa PBB, Michael Hermann menyatakan,pengangguran menjadi masalah sosial terbesar di 50 negeri termiskin itu.
"Lemahnya restrukturisasi di sektor industri dan pelayanan jasa membuat sebagian besar orang gagal menemukan pekerjaan yang sesuai. Mereka rata-rata bekerja di bidang informal, dengan tingkat produktivitas yang rendah dan upah yang murah. Mereka tenaga kasar yang tidak akan mampu bekerja di perusahaan resmi. Mereka hanya bisa membersihkan jalanan ketimbang bekerja di pabrik tekstil misalnya."
Tingkat pendidikan yang sangat rendah, serta keterampilan yang terbatas, membuat penduduk sulit bersaing di pasar kerja, karena produktivitasnya sangat rendah. Dalam hitung-hitungan UNCTAD, lima pekerja di 50 negeri termiskin itu tingkat produktivitasnya sama dengan seorang pekerja di negara berkembang. Dan kalau dibandingkan dengan negara maju, lebih parah lagi. Tingkat produktivitasnya 1
berbanding 94. Artinya, apa yang dihasilkan oleh seorang pekerja di negara maju, menyamai apa yang dihasilkan 94 orang pekerja di negeri termiskin.
Masalahnya, upaya menggerakan roda ekonomi di negara-negara miskin berhadapan pula dengan berbagai perkara lain yang bagai benang kusut. Seperti kerusuhan sosial, korupsi, dan kekuasaan para diktator. Sementara menurut Michael Hermann, bantuan dari negara maju, juga tak terlalu tertuju pada upaya peningkatan kemampuan ekonomi rakyat.
"Seruan untuk menggerakkan roda perekonomian bukan ide yang revolusioner. Tapi dalam konteks politik, seruan itu hampir seperti perubahan paradigma. Karena politik bantuan pembangunan negara barat cenderung diarahkan untuk bidang sosial. Misalnya saja bantuan lebih difokuskan untuk bidang kesehatan dan pendidikan."
Huru-hara, kemiskinan, penindasan, korupsi, tingginya utang luar negeri, langkanya lapangan kerja dan sangat rendahnya upah, membuat banyak warga 50 negara termiskin itu tergerak mengadu nasib ke negara-negara industri maju. Masalahnya, sebagian besar dari arus imigrasi itu berlangsung secara ilegal, dan akhirnya menimbulkan masalah sosial baru. Kembali Michael Hermann:
"Jika negara-negara ini gagal menggerakkan roda perekonomiannya, maka kita akan berhadapan dengan krisis utang yang baru. Lalu krisis lapangan kerja. Sehingga mereka yang tidak punya pekerjaan di negaranya akan bermigrasi ke wilayah seperti Eropa. Itulah yang akan terjadi, kalau kita tidak mendorong perekonomian negara-negara
miskin ini."
MENURUT SAYA :
- Hendaknya pemerintah dan aparatur negara ini dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk dengan pemerataan pertumbuhan ekonomi terutama sektor ril (UKM)
- Peningkatan kualitas pendidikan serta pemerataan pendidikan di Negeri ini merupakan faktor utama dalam pembangunan ekonomi
- Pemerintah juga diharapkan dapat menciptakan iklim pertumbuhan investasi yang kondusif serta aman di Negeri ini
- Penegakan hukum juga berperan penting dalam penciptaan stabilitas pembangunan ekonomi
PERANAN SYARIAH DALAM EKONOMI PERILAKU MASYARAKAT
POSTED BY:
ANITA MANDA SARI (05043)
Peranan Syariah Dalam Ekonomi Perilaku masyarakat yang dibutuhkan dalam pembangunan akan efektif jika masyarakat dapat menerima tanpa keberatan dan dijalankan dengan ikhlas. Penerimaan dan pelaksanaan perilaku tersebut cenderung menjadi yang terbaik apabila perilaku tersebut mengikuti aturan (syariah) yang memiliki sifat-sifat
Illahiyah (Dimensi Ketuhanan).
Menurut al-Ghazali (1111), tujuan syariah bagi manusia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh manusia yang terbagi atas lima faktor, yaitu: Pertama, menjaga agama mereka; Kedua, menjaga nyawa (kehidupan) mereka; Ketiga, menjaga akal (pikiran) mereka; Keempat, menjaga keturunan (generasi) mereka; dan Kelima, menjaga harta benda
mereka. Perlindungan terhadap kelima faktor tersebut, bukan hanya kepentingan individu, tetapi juga merupakan penjaminan terhadap kepentingan publik. Pemerintah (penguasa) merupakan pihak yang dibebani Allah SWT untuk mengontrol dan melindungi kepentingan publik dengan otoritas dan beragam sarana yang dimiliknya.
Keimanan harus berperan utama atas kelima faktor tujuan syariah di atas, karena memberikan cara pandang dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian. Kekayaan harus menjadi tujuan terakhir dari kelima tujuan syariah, karena jika kekayaan ditempatkan menjadi tujuan utama, maka akan meningkatkan ketidakadilan dan memperkuat kesenjangan, ketidakseimbangan dan ekses. Hal tersebut, pada akhirnya akan mengakibatkan kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang berekurang. Keimanan akan membantu menimbulkan disiplin dan arti dalam mencari dan membelanjakan harta, sehingga akan memungkinkan kekayaan berfungsi lebih efektif.
Ditegakkannya aturan (syariah) yang berdimensi ke-Tuhan-an akan membantu masyarakat menanamkan kualitas kebaikan seperti ketaatan, kejujuran, integritas, kesederhanaan, dan perasaan kebersamaan yang dapat memberikan kontribusi terhadap proses pembangunan, keadilan, saling pengertian, kerjasama, kedamaian dan keharmonisan sosial serta mengontrol tingkah laku yang dapat membahayakan masyarakat. Syariah
dapat menggunakan pengaruh moderatnya terhadap penggunaan sumber daya sehingga dengan demikian syariah dapat memberikan kontribusi terhadap keseimbangan sumber daya. Menurut Chapra (2001), sosial dan institutional economics serta sejarah ekonomi telah mengakui bahwa aturan perekonomian dan interaksi sosial menentukan hasil ekonomi
lebih tinggi dari persediaan sumber daya dan tingkat teknologi. Tanpa semua kualitas tersebut di dalam masyarakat, maka akan terjadi ketidakadilan, ketidakseimbangan, ketidakpuasan, dan kekacauaan yang pada akhirnya akan menyebabkan kemunduran dan disintegrasi masyarakat.
Konsep syariah tentang tanggung jawab manusia di akhirat dapat bertindak sebagai mekanisme pemaksaan untuk mengurangi cara-cara yang kurang baik dalam memperoleh kekayaan yang merugikan orang lain. Dengan demikian, tidak mungkin bagi lembaga penegak hukum untuk menghilangkan cara-cara tercela secara sendiri tanpa keikutsertaan dari masyarakat, karena jika pemerintah mencoba melakukan sendiri,
maka biaya yang dibutuhkan akan sangat mahal.
Ibnu Khaldun, menjadikan syariah sebagai variabel terikat di dalam teori "Model Dinamika", tetapi syariah hanya memberikan prinsip-prinsip dasar yang dibutuhkan untuk menyusun apa yang seusai dengan kebutuhan masyarakat yang mungkin berubah seiring perubahan tempat dan waktu. Syariah harus diimplementasikan, dan akan
terlaksana jika kaum ulama tidak terlalu liberal atau tidak terlalu kaku dan
realistis. Implementasi syariah tidak dapat diwujudkan jika kekuasaan politik menjadi sekuler dan korup serta tidak bersedia menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Apabila masyarakat terlalu miskin, acuh dan tertindas, maka mereka juga akan menggunakan pengaruh yang ada. Jadi, syariah tidak akan efektif bila pemerintah dan masyarakat (termasuk kaum ulama) tidak menjalankan perannya dengan tepat.
MENURUT SAYA :
- Pembangunan ekonomi berlandasan perinsip syariah harus dijalankan
dengan penuh keikhlasan dan rasa tanggung jawab terhadap agama, bangsa dan negara.
- Al-Ghazali (1111), merumuskan tujuan syariah bagi manusia adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh manusia yang terbagi atas lima faktor, yaitu: (menjaga agama mereka, menjaga nyawa (kehidupan) mereka menjaga akal (pikiran) mereka,Menjaga keturunan (generasi) mereka; dan Kelima, menjaga harta benda mereka.
- Keimanan harus dikedepankan dalam menjalani prinsip pembangunan ekonomi syariah dan kekayaan merupakan tujuan akhir dalam prinsip pembangunan ekomomi syariah
- Syariah harus diimplementasikan, dan akan terlaksana jika kaum ulama tidak terlalu liberal atau tidak terlalu kaku dan realistis. Implementasi syariah tidak dapat diwujudkan jika kekuasaan politik menjadi sekuler dan korup serta tidak bersedia menjalankan perannya sebagaimana mestinya
ANITA MANDA SARI (05043)
Peranan Syariah Dalam Ekonomi Perilaku masyarakat yang dibutuhkan dalam pembangunan akan efektif jika masyarakat dapat menerima tanpa keberatan dan dijalankan dengan ikhlas. Penerimaan dan pelaksanaan perilaku tersebut cenderung menjadi yang terbaik apabila perilaku tersebut mengikuti aturan (syariah) yang memiliki sifat-sifat
Illahiyah (Dimensi Ketuhanan).
Menurut al-Ghazali (1111), tujuan syariah bagi manusia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh manusia yang terbagi atas lima faktor, yaitu: Pertama, menjaga agama mereka; Kedua, menjaga nyawa (kehidupan) mereka; Ketiga, menjaga akal (pikiran) mereka; Keempat, menjaga keturunan (generasi) mereka; dan Kelima, menjaga harta benda
mereka. Perlindungan terhadap kelima faktor tersebut, bukan hanya kepentingan individu, tetapi juga merupakan penjaminan terhadap kepentingan publik. Pemerintah (penguasa) merupakan pihak yang dibebani Allah SWT untuk mengontrol dan melindungi kepentingan publik dengan otoritas dan beragam sarana yang dimiliknya.
Keimanan harus berperan utama atas kelima faktor tujuan syariah di atas, karena memberikan cara pandang dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian. Kekayaan harus menjadi tujuan terakhir dari kelima tujuan syariah, karena jika kekayaan ditempatkan menjadi tujuan utama, maka akan meningkatkan ketidakadilan dan memperkuat kesenjangan, ketidakseimbangan dan ekses. Hal tersebut, pada akhirnya akan mengakibatkan kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang berekurang. Keimanan akan membantu menimbulkan disiplin dan arti dalam mencari dan membelanjakan harta, sehingga akan memungkinkan kekayaan berfungsi lebih efektif.
Ditegakkannya aturan (syariah) yang berdimensi ke-Tuhan-an akan membantu masyarakat menanamkan kualitas kebaikan seperti ketaatan, kejujuran, integritas, kesederhanaan, dan perasaan kebersamaan yang dapat memberikan kontribusi terhadap proses pembangunan, keadilan, saling pengertian, kerjasama, kedamaian dan keharmonisan sosial serta mengontrol tingkah laku yang dapat membahayakan masyarakat. Syariah
dapat menggunakan pengaruh moderatnya terhadap penggunaan sumber daya sehingga dengan demikian syariah dapat memberikan kontribusi terhadap keseimbangan sumber daya. Menurut Chapra (2001), sosial dan institutional economics serta sejarah ekonomi telah mengakui bahwa aturan perekonomian dan interaksi sosial menentukan hasil ekonomi
lebih tinggi dari persediaan sumber daya dan tingkat teknologi. Tanpa semua kualitas tersebut di dalam masyarakat, maka akan terjadi ketidakadilan, ketidakseimbangan, ketidakpuasan, dan kekacauaan yang pada akhirnya akan menyebabkan kemunduran dan disintegrasi masyarakat.
Konsep syariah tentang tanggung jawab manusia di akhirat dapat bertindak sebagai mekanisme pemaksaan untuk mengurangi cara-cara yang kurang baik dalam memperoleh kekayaan yang merugikan orang lain. Dengan demikian, tidak mungkin bagi lembaga penegak hukum untuk menghilangkan cara-cara tercela secara sendiri tanpa keikutsertaan dari masyarakat, karena jika pemerintah mencoba melakukan sendiri,
maka biaya yang dibutuhkan akan sangat mahal.
Ibnu Khaldun, menjadikan syariah sebagai variabel terikat di dalam teori "Model Dinamika", tetapi syariah hanya memberikan prinsip-prinsip dasar yang dibutuhkan untuk menyusun apa yang seusai dengan kebutuhan masyarakat yang mungkin berubah seiring perubahan tempat dan waktu. Syariah harus diimplementasikan, dan akan
terlaksana jika kaum ulama tidak terlalu liberal atau tidak terlalu kaku dan
realistis. Implementasi syariah tidak dapat diwujudkan jika kekuasaan politik menjadi sekuler dan korup serta tidak bersedia menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Apabila masyarakat terlalu miskin, acuh dan tertindas, maka mereka juga akan menggunakan pengaruh yang ada. Jadi, syariah tidak akan efektif bila pemerintah dan masyarakat (termasuk kaum ulama) tidak menjalankan perannya dengan tepat.
MENURUT SAYA :
- Pembangunan ekonomi berlandasan perinsip syariah harus dijalankan
dengan penuh keikhlasan dan rasa tanggung jawab terhadap agama, bangsa dan negara.
- Al-Ghazali (1111), merumuskan tujuan syariah bagi manusia adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh manusia yang terbagi atas lima faktor, yaitu: (menjaga agama mereka, menjaga nyawa (kehidupan) mereka menjaga akal (pikiran) mereka,Menjaga keturunan (generasi) mereka; dan Kelima, menjaga harta benda mereka.
- Keimanan harus dikedepankan dalam menjalani prinsip pembangunan ekonomi syariah dan kekayaan merupakan tujuan akhir dalam prinsip pembangunan ekomomi syariah
- Syariah harus diimplementasikan, dan akan terlaksana jika kaum ulama tidak terlalu liberal atau tidak terlalu kaku dan realistis. Implementasi syariah tidak dapat diwujudkan jika kekuasaan politik menjadi sekuler dan korup serta tidak bersedia menjalankan perannya sebagaimana mestinya
Bentuk-bentuk Serikat Pekerja / Buruh
Nama : anggi yanwar
npm : 05-002
Menurut buku yang diterbitkan oleh sebuah organisasi pekerja / buruh internasional yaitu International Union of Foon and Allied Worker's Association dalam Buku Pegangan Serikat Buruh edisi 5 (10-16) pada prinsipnya serikat pekerja / buruh memiliki beberapa bentuk organisasi yaitu :
A. Serikat Buruh Kejuruan
Serikat buruh ini merupakan jenis organisasi serikat buruh yang paling tua, serikat jenis ini adalah kumpulan dari orang-orang yang memiliki jenis dan keterampilan yang sama. Cara kerja organisasi serikat buruh ini ada dua, yaitu:
• Mengawasi bagaimana penambahan jumlah tenaga kerja dalam
bidang ini dengan sistem magang.
• Mengawasi tingkat upah yang dibayarkan terhadap pekerjaan
mereka, dengan cara ini mereka dapat menekan majikan untuk membayar
upah buruh sesuai dengan tingkat yang ditentukan.
B. Federasi Umum
Jenis organisasi serikat buruh ini terdiri dari para buruh tanpa memperhatikan perbedaan keterampilan, tempat kerja dan siapa majikan mereka. Pada awalnya serikat jenis ini cenderung mengorganisir buruh tidak terampil seperti serikat buruh kejuruan.
Bentuk organisasi ini merupakan alternatif yang terbaik dalam proses pengorganisasian serikat buruh di negara-negara kecil dimana tidak ada satu serikat buruh yang cukup maju.
Organisasi serikat ini biasanya sangat kuat dan besar karena menyatukan para buruh di dalam satu payung organisasi untuk menghadapi para majikan di berbagai tempat, di tingkat lokal, wilayah, dan nasional. Kemampuan mobilisasi buruh di berbagai
perusahaan atau jenis industri menyebabkan cukup kuat dalam menghadapi majikan. Serikat ini juga dapat membangun aksi solidaritas atau bantuan keuangan bagi buruh di perusahaan-perusahaan lain.
Meskipun demikian, bentuk organisasi buruh seperti ini bukan tanpa kelemahan. Mulanya mungkin saja ada persaingan di antara anggota serikat buruh ini yang dapat memperlemah kekuatan gerakan buruh. Selain itu, organisasi serikat buruh jenis ini sering kesulitan untuk membentuk suatu kebijakan yang dapat memuaskan setiap anggotannya yang berbeda-beda jenis pekerjaan dan perusahaan.
Tapi hal tersebut dapat diatasi dengan membentuk struktur organisasi perwakilan per wilayah yang berimbang.
C. Serikat Buruh Industri Nasional atau Federasi
Jenis organisasi ini menyatukan seluruh buruh di dalam suatu cabang industri tertentu, seperti serikat buruh makanan atau industri sejenis, logam atau industri kimia. Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara buruh terampil dan buruh tidak terampil, buruh kerah putih (white color) atau kerah biru (blue color). Semuanya
bersatu dalam satu organisasi yang bergerak dalam satu cabang industri tertentu.
Para buruh di dalam satu cabang industri biasanya memiliki suatu masalah bersama. Tidak seperti dalam organisasi serikat buruh berbentuk Federasi atau keahlian, dalam serikat buruh yang berasaskan nasional seperti ini, perbedaan kepentingan di setiap
bidang dapat diatasi dengan mudah.
Selain itu, serikat buruh industri dapat menyatukan tindakan- tindakan mereka dalam tingkat nasional, seperti bagaimana menghadapi suatu perundang-undangan nasional atau ketika mereka membutuhkan jasa yang biayanya terlalu mahal.
D. Serikat Buruh Sekerja
Bentuk organisasi ini mengorganisir para buruh di dalam satu pabrik atau perusahaan yang sama. Bentuk organisasi ini memerlukan proses pengorganisasian buruh karena mereka dapat merumuskan suatu tindakan yang memperjuangkan kepentingan mereka menghadapi perusahaan. Meskipun demikian, organisasi ini cenderung tidak
terlalu besar dan biasanya juga lemah dalam menghadapi kekuatan para majikan, kerugian lainnya adalah kemungkinan dominasi kalangan manajemen dalam struktur organisasi serikat buruh ini karena mereka juga termasuk buruh dalam satu perusahaan atau pabrik tersebut.
npm : 05-002
Menurut buku yang diterbitkan oleh sebuah organisasi pekerja / buruh internasional yaitu International Union of Foon and Allied Worker's Association dalam Buku Pegangan Serikat Buruh edisi 5 (10-16) pada prinsipnya serikat pekerja / buruh memiliki beberapa bentuk organisasi yaitu :
A. Serikat Buruh Kejuruan
Serikat buruh ini merupakan jenis organisasi serikat buruh yang paling tua, serikat jenis ini adalah kumpulan dari orang-orang yang memiliki jenis dan keterampilan yang sama. Cara kerja organisasi serikat buruh ini ada dua, yaitu:
• Mengawasi bagaimana penambahan jumlah tenaga kerja dalam
bidang ini dengan sistem magang.
• Mengawasi tingkat upah yang dibayarkan terhadap pekerjaan
mereka, dengan cara ini mereka dapat menekan majikan untuk membayar
upah buruh sesuai dengan tingkat yang ditentukan.
B. Federasi Umum
Jenis organisasi serikat buruh ini terdiri dari para buruh tanpa memperhatikan perbedaan keterampilan, tempat kerja dan siapa majikan mereka. Pada awalnya serikat jenis ini cenderung mengorganisir buruh tidak terampil seperti serikat buruh kejuruan.
Bentuk organisasi ini merupakan alternatif yang terbaik dalam proses pengorganisasian serikat buruh di negara-negara kecil dimana tidak ada satu serikat buruh yang cukup maju.
Organisasi serikat ini biasanya sangat kuat dan besar karena menyatukan para buruh di dalam satu payung organisasi untuk menghadapi para majikan di berbagai tempat, di tingkat lokal, wilayah, dan nasional. Kemampuan mobilisasi buruh di berbagai
perusahaan atau jenis industri menyebabkan cukup kuat dalam menghadapi majikan. Serikat ini juga dapat membangun aksi solidaritas atau bantuan keuangan bagi buruh di perusahaan-perusahaan lain.
Meskipun demikian, bentuk organisasi buruh seperti ini bukan tanpa kelemahan. Mulanya mungkin saja ada persaingan di antara anggota serikat buruh ini yang dapat memperlemah kekuatan gerakan buruh. Selain itu, organisasi serikat buruh jenis ini sering kesulitan untuk membentuk suatu kebijakan yang dapat memuaskan setiap anggotannya yang berbeda-beda jenis pekerjaan dan perusahaan.
Tapi hal tersebut dapat diatasi dengan membentuk struktur organisasi perwakilan per wilayah yang berimbang.
C. Serikat Buruh Industri Nasional atau Federasi
Jenis organisasi ini menyatukan seluruh buruh di dalam suatu cabang industri tertentu, seperti serikat buruh makanan atau industri sejenis, logam atau industri kimia. Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara buruh terampil dan buruh tidak terampil, buruh kerah putih (white color) atau kerah biru (blue color). Semuanya
bersatu dalam satu organisasi yang bergerak dalam satu cabang industri tertentu.
Para buruh di dalam satu cabang industri biasanya memiliki suatu masalah bersama. Tidak seperti dalam organisasi serikat buruh berbentuk Federasi atau keahlian, dalam serikat buruh yang berasaskan nasional seperti ini, perbedaan kepentingan di setiap
bidang dapat diatasi dengan mudah.
Selain itu, serikat buruh industri dapat menyatukan tindakan- tindakan mereka dalam tingkat nasional, seperti bagaimana menghadapi suatu perundang-undangan nasional atau ketika mereka membutuhkan jasa yang biayanya terlalu mahal.
D. Serikat Buruh Sekerja
Bentuk organisasi ini mengorganisir para buruh di dalam satu pabrik atau perusahaan yang sama. Bentuk organisasi ini memerlukan proses pengorganisasian buruh karena mereka dapat merumuskan suatu tindakan yang memperjuangkan kepentingan mereka menghadapi perusahaan. Meskipun demikian, organisasi ini cenderung tidak
terlalu besar dan biasanya juga lemah dalam menghadapi kekuatan para majikan, kerugian lainnya adalah kemungkinan dominasi kalangan manajemen dalam struktur organisasi serikat buruh ini karena mereka juga termasuk buruh dalam satu perusahaan atau pabrik tersebut.
Jurus Baru Kuasai Pasar Global ( Industri Mebel )
NAMA :LAELI FITRIYAH
NPM : 0541173402017
Tahun ini kami memperkirakan pertumbuha ekspor 10 persen. Kami sudah menyiapkan jurus baru untuk mencapainya, misalnya meningkatkan frekuensi promosi di luar negeri sambil terus mendesak pemerintah memperbaiki aturan aturan yang menghambat pasokan bahan baku, "kata Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono disels-sela pameran mebel dan kerajina nasional di plasa Pameran Perindustrian Departemen Perindustrian di Jakarta.
Eksper mebel dan kerajinan Indonesia tahun 2005 tercatat 1,9 miliar dollar AS dengan volume sekitar 800 ton. Sebanyak 45% pasar ekspor mebel dan kerajinan Indonesia berada di Eropa Barat, 40% di Amerika Serikat, dan 15 % lagi tersebar di Eropa Timur dan Australia.
Selama ini pertumbuhan ekspor mebel dan kerajinan Indonesia baru sekitar 7%/tahun. Padahal dilihat dari potensi yang ada, pertumbuhan bisa lebih tinggi lagi.
Kita memeiliki sekitar 200 jenis jenis kayu yang dapat dijadikan bahan baku mebel dan kerajinan. Mulai dari kayu jati, meranti, mahoni, turi yang berharga mahal, hingga pohon randu yang mudah ditemui disetiap sudut kampung.
Semua kayu tersebut dapat diolah menjadi mebel yang bernilai tambah tinggi ketimbang di jual gelondongan. Tinggal bagai mana pengrajin mendesain untuk memencing minat para pembeli.
Dari sisi produsen, menurut menurut data Asmindo, ada 4000 subkontraktor industri mebel dan kerajinan yang turut membantu pertumbuhan industri kecil disekitar pabriknya.
Atas semua potensi ini, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Industri, Teknologi, dan kelautan Rachmat Gobel menantang Asmindo agar mampu meningkatkan ekspornya menjadi 3 miliar dollar AS pada tahun 2010.
Pemerintahpun kini tidak mau kalah. Menteri perindustrian Fahmi Idris menyatakan, pihaknya akan terus mengadakan pendekatan dengan Departemen Kehutanan dan Departemen Perdagangan untuk membicarakan solusi untuk mengemgangkan industri permebelan dan kerajinan nasional.
Termasuk melindungi komoditas ini dari serbuan produk asing. Tidak boleh lagi ada ekspor rotan asalan, demikian juga kayu gelondongan. Ini semua merupakan kekuatandi dalam negeri yang harus di pertahankan supaya industri tidak mati.
Dukungan dan tindakan kongkrit Pemerintah memeng sangat di butuhkan. Sambil menanti realisasi janji Pemeritah, Asmindo juga terus menggalang kerjasama industri permebelan dan kerajinan di Asia Tenggara.Persoalan yang paling banyak dibahas adalah pertumbuhan ekspor mebel China dan Vietnam yang sangat mencengagkan selama tiga tahun terakhir.
Pertumbuhan ekspor Vietnam sekitar 13-15%/tahun dengan nilai 1,7 miliar dollar AS pada thn 2005. Sementara China lebih dahsyat lagi. Ekspor mebelnya mampu tumbuh26%/tahun dengan nilai 14 miliar dollar AS. Jika negara- negara ASEAN tidak waspada, pertumbuhan ini bisa membahayakan. Dalam pertemuan tersebut, kami akhirnya menyepakati untuk membentuk kerjasama regional.
Agenda Asmindo ntara lain mengkooordinasi 110 produsen mebel indonesia untuk memamerkan produknya di Singapore Expo Changi. Jurus ini akan terus dipakai dengan mengikuti pameran di negara ASEAN lainnya.
Sumber : KOMPAS,2007
Oleh Hamzirwan
Pendapat Saya :
Berdasarkan potensi sumber daya alam dan mnusia yang kita miliki maka memeng haruslah kita mengembangkan lagi ekspor kita dan khususnya industri yang memproses sumber daya alam hasil hutan.
Dengan peningkatan kembali ekspor industri mebel dan kerajinan nasional Indonesia maka akan membantu perkembangan pembangunan perekonomian di negara kita, karena hasil ekspor ini merupakan sumber devisa negara.
Dalam memproduksi mebel ini para produsen juga memgantu pertumbuhan industri kecil juga, ini berartimenciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan, dan dengan membantu industri kecil ini maka partisipasi masyarakat dapat meluas sehingga nasyarakat akan siap secara politis, sosial dan mental untuk menghadapi perubahan besar dalam proses perindustrian.
NPM : 0541173402017
Tahun ini kami memperkirakan pertumbuha ekspor 10 persen. Kami sudah menyiapkan jurus baru untuk mencapainya, misalnya meningkatkan frekuensi promosi di luar negeri sambil terus mendesak pemerintah memperbaiki aturan aturan yang menghambat pasokan bahan baku, "kata Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono disels-sela pameran mebel dan kerajina nasional di plasa Pameran Perindustrian Departemen Perindustrian di Jakarta.
Eksper mebel dan kerajinan Indonesia tahun 2005 tercatat 1,9 miliar dollar AS dengan volume sekitar 800 ton. Sebanyak 45% pasar ekspor mebel dan kerajinan Indonesia berada di Eropa Barat, 40% di Amerika Serikat, dan 15 % lagi tersebar di Eropa Timur dan Australia.
Selama ini pertumbuhan ekspor mebel dan kerajinan Indonesia baru sekitar 7%/tahun. Padahal dilihat dari potensi yang ada, pertumbuhan bisa lebih tinggi lagi.
Kita memeiliki sekitar 200 jenis jenis kayu yang dapat dijadikan bahan baku mebel dan kerajinan. Mulai dari kayu jati, meranti, mahoni, turi yang berharga mahal, hingga pohon randu yang mudah ditemui disetiap sudut kampung.
Semua kayu tersebut dapat diolah menjadi mebel yang bernilai tambah tinggi ketimbang di jual gelondongan. Tinggal bagai mana pengrajin mendesain untuk memencing minat para pembeli.
Dari sisi produsen, menurut menurut data Asmindo, ada 4000 subkontraktor industri mebel dan kerajinan yang turut membantu pertumbuhan industri kecil disekitar pabriknya.
Atas semua potensi ini, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Industri, Teknologi, dan kelautan Rachmat Gobel menantang Asmindo agar mampu meningkatkan ekspornya menjadi 3 miliar dollar AS pada tahun 2010.
Pemerintahpun kini tidak mau kalah. Menteri perindustrian Fahmi Idris menyatakan, pihaknya akan terus mengadakan pendekatan dengan Departemen Kehutanan dan Departemen Perdagangan untuk membicarakan solusi untuk mengemgangkan industri permebelan dan kerajinan nasional.
Termasuk melindungi komoditas ini dari serbuan produk asing. Tidak boleh lagi ada ekspor rotan asalan, demikian juga kayu gelondongan. Ini semua merupakan kekuatandi dalam negeri yang harus di pertahankan supaya industri tidak mati.
Dukungan dan tindakan kongkrit Pemerintah memeng sangat di butuhkan. Sambil menanti realisasi janji Pemeritah, Asmindo juga terus menggalang kerjasama industri permebelan dan kerajinan di Asia Tenggara.Persoalan yang paling banyak dibahas adalah pertumbuhan ekspor mebel China dan Vietnam yang sangat mencengagkan selama tiga tahun terakhir.
Pertumbuhan ekspor Vietnam sekitar 13-15%/tahun dengan nilai 1,7 miliar dollar AS pada thn 2005. Sementara China lebih dahsyat lagi. Ekspor mebelnya mampu tumbuh26%/tahun dengan nilai 14 miliar dollar AS. Jika negara- negara ASEAN tidak waspada, pertumbuhan ini bisa membahayakan. Dalam pertemuan tersebut, kami akhirnya menyepakati untuk membentuk kerjasama regional.
Agenda Asmindo ntara lain mengkooordinasi 110 produsen mebel indonesia untuk memamerkan produknya di Singapore Expo Changi. Jurus ini akan terus dipakai dengan mengikuti pameran di negara ASEAN lainnya.
Sumber : KOMPAS,2007
Oleh Hamzirwan
Pendapat Saya :
Berdasarkan potensi sumber daya alam dan mnusia yang kita miliki maka memeng haruslah kita mengembangkan lagi ekspor kita dan khususnya industri yang memproses sumber daya alam hasil hutan.
Dengan peningkatan kembali ekspor industri mebel dan kerajinan nasional Indonesia maka akan membantu perkembangan pembangunan perekonomian di negara kita, karena hasil ekspor ini merupakan sumber devisa negara.
Dalam memproduksi mebel ini para produsen juga memgantu pertumbuhan industri kecil juga, ini berartimenciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan, dan dengan membantu industri kecil ini maka partisipasi masyarakat dapat meluas sehingga nasyarakat akan siap secara politis, sosial dan mental untuk menghadapi perubahan besar dalam proses perindustrian.
Kemiskinan Sistematis Menjadi Penyebab Membengkaknya Penduduk Kota
Nama : Laeli fitriyah
Npm : 0541173402017
Seperti kita tahu menjamurnya pedagang kaki lima disebabkan oleh ketidakmampuan dan ketidakseriusan para pengambil kebijakan dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Juga karena kebijakan industri nasional yang selalu berpihak kepada kepentingan dari para pengusaha asing.
Tanpa penyelesaian dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi kepentingan rakyat banyak, juga tanpa membeda-bedakan antara kota dan desa. Urbanisasi, atau perpindahan dari desa ke kota untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar, akan terus berlangsung selama lapangan kerja itu tidak tersedia.
Adalah daerah pedesaan yang merupakan munculnya lapisan luas masyarakat miskin di perkotaan. Disamping kemiskinan yang terus saja berlangsung di desa-desa, industrialisasi ala pasar bebas terus menerus gagal menyerap kelebihan tenaga kerja di pedesaan. Disisi lain pembangunan perekonomian yang terjadi saat ini, tidakalah berada dalam kerangka penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat
yang memiliki corak perekonomian agraris.
Prosesindustrialisasi yang keliru tersebut, bertitik tolak dari adanya persekutuan dri negara-negara maju untuk mengeruk kekyaan alam Indonesia. Dimana sebagian besar surplus kapitalnya mengalir ke negeri-negeri maju yang menjadi investor, sedangkan yang sebagiannya lagi dinikmati oleh para pembuat kebujakan dalam begeri yang korup.
Kondisi seperti ini berlangsung secara terus-menerus selama hampir lima puluh tahun Indonesia berdiri. Yang jutru diperparah lagi hasil yang didapat dari keuntungan tadi tidak di investasika kedalam lapangan industri dasar dan menengah yang dapat membantu penyelesaian dari keterbelakangan tenaga produktif di pedesaan.
Namun justru malah di investasikan kedalam sector barang-barang konsumsi dan jasa di perkotaan. Seperti tekstil, epatu, jasa financial, dan seluruh sector manufaktur penghasil barang-barang konsumsi. Itu baru lah gelombang pertama dari kesalahan industri dalam negeri kita, dimana industri pertanian diabaikan karena pemerintah lebih menitik beratkan kepada sector manufaktur konsumtif di perkotaan yang
berteknologi rendah. Ini pula lah yang mendorong arus besar-besaran gelombang urbanisasi, terutama ke kota-kota yang menjadi pusat industri. Dan lebih celakanya, industri keropos yang digunakan oleh Indonesia selama ini, hanya berdiri diatas landasan industri dasar dalam negeri yang rapuh. Karena hampir seluruh industri manufaktur penghasil barang-barang konsumsi ini, sangat tergantung dengan negara-negara maju. Dari masalah bahan baku, mesin, sampai pasar, kita sangat
menggantungkan diri kepada negara-negara maju itu. Dengan demikian dari sisi penyerapan tenaga kerja sector industri manufaktur berteknologi rendah ini, tidak dapat menyerak kelebihan tenaga kerja dari pedesaan yang membanjiri kota.
Dari sisi nilai tambah bagi produktifitas nasional juga kecil sekali jumlahnya, karena melimpah ruahnya ini justru sering dijadikan alas an oleh pemerintah agar kaum buruh mau di upah murah. Karena itulah, perekonomian dalam negeri angat rentan terhadap gejolak yang menerpanya.
Di paar dunia sendiri, komoditi yang dihasilkan oleh manufaktur Indonesia sudah mencapai taraf over produksi, yaitu melimpahnya barang tapi tidak terbeli oleh mayarakat. Pasar dalam negeri yang yang seharusnya dapat menyelamatkan industri dalam negeri ternyata tidak demikian yang terjadi. Karena apa? Karena buruh di Indonesia diupah sangat rendah, sehingga mereka juga tidak mampu menyerak kelebihan hasil produksi. Dalam situasi tersebut, situasi dalam negeri tentu sulit sekali untuk ditolong lapas dari kubangan krisis yang menyebabkan kemiskinan merajarela di bumi nusantara. Ribuan pabrik bangkrut, jutaan buruh menjadi korban PHK, dan hasilnya sudah bang tentu adalah bertambah panjangnya barisan kemiskinan di Indonesia.
Npm : 0541173402017
Seperti kita tahu menjamurnya pedagang kaki lima disebabkan oleh ketidakmampuan dan ketidakseriusan para pengambil kebijakan dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Juga karena kebijakan industri nasional yang selalu berpihak kepada kepentingan dari para pengusaha asing.
Tanpa penyelesaian dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi kepentingan rakyat banyak, juga tanpa membeda-bedakan antara kota dan desa. Urbanisasi, atau perpindahan dari desa ke kota untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar, akan terus berlangsung selama lapangan kerja itu tidak tersedia.
Adalah daerah pedesaan yang merupakan munculnya lapisan luas masyarakat miskin di perkotaan. Disamping kemiskinan yang terus saja berlangsung di desa-desa, industrialisasi ala pasar bebas terus menerus gagal menyerap kelebihan tenaga kerja di pedesaan. Disisi lain pembangunan perekonomian yang terjadi saat ini, tidakalah berada dalam kerangka penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat
yang memiliki corak perekonomian agraris.
Prosesindustrialisasi yang keliru tersebut, bertitik tolak dari adanya persekutuan dri negara-negara maju untuk mengeruk kekyaan alam Indonesia. Dimana sebagian besar surplus kapitalnya mengalir ke negeri-negeri maju yang menjadi investor, sedangkan yang sebagiannya lagi dinikmati oleh para pembuat kebujakan dalam begeri yang korup.
Kondisi seperti ini berlangsung secara terus-menerus selama hampir lima puluh tahun Indonesia berdiri. Yang jutru diperparah lagi hasil yang didapat dari keuntungan tadi tidak di investasika kedalam lapangan industri dasar dan menengah yang dapat membantu penyelesaian dari keterbelakangan tenaga produktif di pedesaan.
Namun justru malah di investasikan kedalam sector barang-barang konsumsi dan jasa di perkotaan. Seperti tekstil, epatu, jasa financial, dan seluruh sector manufaktur penghasil barang-barang konsumsi. Itu baru lah gelombang pertama dari kesalahan industri dalam negeri kita, dimana industri pertanian diabaikan karena pemerintah lebih menitik beratkan kepada sector manufaktur konsumtif di perkotaan yang
berteknologi rendah. Ini pula lah yang mendorong arus besar-besaran gelombang urbanisasi, terutama ke kota-kota yang menjadi pusat industri. Dan lebih celakanya, industri keropos yang digunakan oleh Indonesia selama ini, hanya berdiri diatas landasan industri dasar dalam negeri yang rapuh. Karena hampir seluruh industri manufaktur penghasil barang-barang konsumsi ini, sangat tergantung dengan negara-negara maju. Dari masalah bahan baku, mesin, sampai pasar, kita sangat
menggantungkan diri kepada negara-negara maju itu. Dengan demikian dari sisi penyerapan tenaga kerja sector industri manufaktur berteknologi rendah ini, tidak dapat menyerak kelebihan tenaga kerja dari pedesaan yang membanjiri kota.
Dari sisi nilai tambah bagi produktifitas nasional juga kecil sekali jumlahnya, karena melimpah ruahnya ini justru sering dijadikan alas an oleh pemerintah agar kaum buruh mau di upah murah. Karena itulah, perekonomian dalam negeri angat rentan terhadap gejolak yang menerpanya.
Di paar dunia sendiri, komoditi yang dihasilkan oleh manufaktur Indonesia sudah mencapai taraf over produksi, yaitu melimpahnya barang tapi tidak terbeli oleh mayarakat. Pasar dalam negeri yang yang seharusnya dapat menyelamatkan industri dalam negeri ternyata tidak demikian yang terjadi. Karena apa? Karena buruh di Indonesia diupah sangat rendah, sehingga mereka juga tidak mampu menyerak kelebihan hasil produksi. Dalam situasi tersebut, situasi dalam negeri tentu sulit sekali untuk ditolong lapas dari kubangan krisis yang menyebabkan kemiskinan merajarela di bumi nusantara. Ribuan pabrik bangkrut, jutaan buruh menjadi korban PHK, dan hasilnya sudah bang tentu adalah bertambah panjangnya barisan kemiskinan di Indonesia.
Pembangunan Pendidikan Harus Fokus
EKONOMI PEMBANGUNAN
NAMA :LAELI FITRIYAH
NPM :05-017
Pembangunan Pendidikan Harus Fokus- Komprehensif
Pembangunan pendidikan harus tetep fokus dankomprehensif dengan perencanaan serta target yang jelas. Untuk itu dibutuhkan kesabaran dalam melaksanakannya langkah demi langkah. "Kalau melihat negara-negara yang punya sistem pendidikan kuat, seperti Korea Selatan dan Oman, terdapat sejumlah persamaan. Mereka bekerja keras selama 30 tahun membangun sektor pendidikan dan punya rencana jelas. Mereka tetap fokus dengan rencana tersebut, diiringi peningkatan anggaran pendidikan untuk membiayai target." Ujar Peter Smith, Asiseten Direktur Jendral Bidang Pendidikan Organisasi Pendidikan, sosial, dan kebudayaan untuk Perserikatan Bangsa- Bangsa (UNESCO) kepada pers.
Peter Smith mengunjungi indonesia pada 7-10 Maret 2007 Kunjungan tersebut dalam rangka memprsiapkan pertemuan sembilan menteri pendidikan berpenduduk padat (E-9 Ministerial Meeting) di bali 2008, mengevaluasi program Pendidikan untuk Semua, serta persiapan sidang Umum UNESCO pada Oktober 2007.
Menurut Smith, terdapat kaitan antara peningkatan investasi dibidang pendidikan dan kesejahteraan hidup. "Masyarakat yang stsbil butuh kelas menengah yang kuat. Investasi dibidang pendidikanikut menentukan tingginya kualitas pendidikan. Dan, tingginya pendiikan masyarakat ikut mempengaruhi kesehatan Perekonomian.
Dakam persiapan sidang asaidang Umum UNESCO ke-34 di Paris pada Oktober 2007,Presiden RI di jadwalkan hadirgai salah satu pembicara kunci yang salah satu materinya juga mengenai perkembangan program Pendidikan untuk semua di Indonesia.
Sumber : KOMPAS,2007
Oleh Arief Rahman
Pendapat Saya :
Di Indonesia ini di bidang pendidikan bekum merata, karena untuk mendapatkan pendidikan masih relatif mahal, hanya untuk kalangan menengah keatas yang bisa mendapatkan pendidikan, untuk masyarakat kalangan menengah kebawah tidak bisa mengenyam pendidikan yang baik.
Masih banyak yang hanya mengenyam pendidikan hanya sampai tingkat SD dan ada pula yang tidak bisa sekolah sama sekali karena tidak mampu untuk membayar biaya sekolah. Padahal pendidikan Itu sangat pentinguntuk meningkatkan lagi SDM di Indonesia ini untuk mampu bersaing dangan negara- negara yang lain, dan tingginya pendidika
masyarakat ikut mempengaruhi perkembangan perekonomian di Indonesia. Dengan kerjasama UNESCO dan Pemerintah Indonesia ini diharapkan agar masyarakat Indonesia mendapatkan pendidikan yang baik dan merata.
Laeli Fitriyah
NPM: 05-017
NAMA :LAELI FITRIYAH
NPM :05-017
Pembangunan Pendidikan Harus Fokus- Komprehensif
Pembangunan pendidikan harus tetep fokus dankomprehensif dengan perencanaan serta target yang jelas. Untuk itu dibutuhkan kesabaran dalam melaksanakannya langkah demi langkah. "Kalau melihat negara-negara yang punya sistem pendidikan kuat, seperti Korea Selatan dan Oman, terdapat sejumlah persamaan. Mereka bekerja keras selama 30 tahun membangun sektor pendidikan dan punya rencana jelas. Mereka tetap fokus dengan rencana tersebut, diiringi peningkatan anggaran pendidikan untuk membiayai target." Ujar Peter Smith, Asiseten Direktur Jendral Bidang Pendidikan Organisasi Pendidikan, sosial, dan kebudayaan untuk Perserikatan Bangsa- Bangsa (UNESCO) kepada pers.
Peter Smith mengunjungi indonesia pada 7-10 Maret 2007 Kunjungan tersebut dalam rangka memprsiapkan pertemuan sembilan menteri pendidikan berpenduduk padat (E-9 Ministerial Meeting) di bali 2008, mengevaluasi program Pendidikan untuk Semua, serta persiapan sidang Umum UNESCO pada Oktober 2007.
Menurut Smith, terdapat kaitan antara peningkatan investasi dibidang pendidikan dan kesejahteraan hidup. "Masyarakat yang stsbil butuh kelas menengah yang kuat. Investasi dibidang pendidikanikut menentukan tingginya kualitas pendidikan. Dan, tingginya pendiikan masyarakat ikut mempengaruhi kesehatan Perekonomian.
Dakam persiapan sidang asaidang Umum UNESCO ke-34 di Paris pada Oktober 2007,Presiden RI di jadwalkan hadirgai salah satu pembicara kunci yang salah satu materinya juga mengenai perkembangan program Pendidikan untuk semua di Indonesia.
Sumber : KOMPAS,2007
Oleh Arief Rahman
Pendapat Saya :
Di Indonesia ini di bidang pendidikan bekum merata, karena untuk mendapatkan pendidikan masih relatif mahal, hanya untuk kalangan menengah keatas yang bisa mendapatkan pendidikan, untuk masyarakat kalangan menengah kebawah tidak bisa mengenyam pendidikan yang baik.
Masih banyak yang hanya mengenyam pendidikan hanya sampai tingkat SD dan ada pula yang tidak bisa sekolah sama sekali karena tidak mampu untuk membayar biaya sekolah. Padahal pendidikan Itu sangat pentinguntuk meningkatkan lagi SDM di Indonesia ini untuk mampu bersaing dangan negara- negara yang lain, dan tingginya pendidika
masyarakat ikut mempengaruhi perkembangan perekonomian di Indonesia. Dengan kerjasama UNESCO dan Pemerintah Indonesia ini diharapkan agar masyarakat Indonesia mendapatkan pendidikan yang baik dan merata.
Laeli Fitriyah
NPM: 05-017
Introspeksi Eksistensi Pembangunan Ekonomi
(Sumber : Buku Ekonomi Kerakyatan)
Nama : Pepi Rusyana
nmp : 05-021 / Manajemen
Jika tema "Ekonomi Kerakyatan: Arkeologi Pemikiran dan Kearifan Sistem Budaya Etnik Pra Indonesia-Modern" diterjemahkan secara bebas, pemahamannya adalah bahwa tema itu ingin mengupas ekonomi kerakyatan dari perspektif awal yang berakselerasi dengan budaya serta menekankan kewujudannya sejak dahulu. Tema yang secara "implisit" mengakui telah adanya ekonomi kerakyatan pada masa lalu ini, keinginannya masih "malu-malu" menempatkan ekonomi yang berorientasi "rakyat" duduk di pusat "tujuan pembangunan ekonomi". Sehingga harus berputar ke sejarah sebagai penguat langkah ekonomi kerakyatan dapat "digauli" secara ramah.
Sebelum menjawab pertanyaan eksistensi pembangunan ekonomi, alangkah baiknya kita memahami apa itu "ekonomi" terlebih dahulu. Menurut definisi yang disepakati oleh banyak pakar mengatakan bahwa ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang perilaku orang dan masyarakat dalam memilih cara menggunakan sumber daya yang langka dan memiliki
beberapa alternatif penggunaan, dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk kemudian menyalurkannya baik saat ini maupun dimasa depan kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.
Definisi di atas diambil dari seorang ekonom berkebangsaan Amerika, yang kita kenal dia hidup lebih kental dengan faham kapitalis berbanding faham sosialis. Hal ini perlu tegaskan, bahwa definisi itu sudah sangat kuat difahami oleh sebagian ekonom dibelahan dunia yang mendukung konsep kapitalisme, sekalipun ia (ekonom) orang yang
berkebangsaan Indonesia. Dari definisi itu ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi, yaitu: perilaku, sumber daya, produksi, distribusi dan konsumsi sebagai landasan pembahasan mengenai ekonomi. Sehingga dominasi pembicaraan masalah ekonomi tidak akan terlepas dari beberapa hal di atas yang garis bawahi, begitu juga
jika kita sekarang akan membicarakan ekonomi kerakyatan.
Kini, ekonomi kerakyatan telah dan sedang ramai digunjing dan dibahas banyak orang. Ramainya pendalaman ekonomi kerakyatan saat ini sebenarnya bukanlah lebih diarahkan pada penggagasan bagaimana sebuah tatanan ekonomi kerakyatan wujud, tetapi lebih kepada reaksi dari "keberhasilan ekonomi kapitalis" yang kurang memihak kepada
masyarakat banyak. Seandainya konsep ekonomi kapitalis hasilnya memihak pada masyarakat banyak, maka sebenarnya istilah ekonomi kerakyatan tidak ramai dibicarakan, karena sebenarnya ekonomi kerakyatan itu mempunyai tujuan yang demikian.
Kehadiran ilmu ekonomi itu relatif baru dibandingkan dengan aktivitas ekonomi itu sendiri. Oleh karena itu, jika kita memahami ekonomi kerakyatan dari perspektif ilmu ekonomi, maka akan menemukan beberapa kesulitan, karena ilmu ekonomi yang berkembang saat ini lebih ke arah "kapitalisme". Lain halnya jika kita mencoba memahami
ekonomi yang berorientasi kerakyatan dalam perspektif aktivitas ekonomi.
Pemikiran Adam Smith bukanlah segala-galanya dalam ilmu ekonomi, tetapi ia merupakan awal dari ilmu ekonomi yang berkembang saat ini. Selanjutnya Keynes pada tahun 1836 melengkapi pemikiran Adam Smith sebagai langkah penguatan hidupnya ekonomi ke arah kapitalisme.
Begitu cepatnya fahaman ekonomi kapitalis berkembang, tentunya dalam kehidupan sangat banyak menyebabkan permasalahan sosial, menanggapi hal ini Kal Marx pada tahun 1867 telah menulis koreksi total terhadap fahaman kapitalis dalam buku Das Kapital (matinya kapitalisme). Dalam perkembangan kekinian, kedua-dua fahaman difahami sebagai pemahaman ekonomi yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dari dua kutub ilmu ekonomi yang sangat kontras ini muncul pemahaman baru yang lebih tenar disebut dengan "mixed economy" (ekonomi campuran).
Dalam dua arus besar pemahaman ilmu ekonomi, Indonesia mengambil pemahaman ekonomi campuran sebagai langkah legalisasi keberadaan campur tangan pemerintah dalam menggairahkan kapitalisme. Prasangka ini dikuatkan oleh langkah-langkah pemerintah Indonesia dalam perencanaan ekonominya mengambil The Big Push Theory sebagai dasar
strategi pembangunan ekonomi. Hal ini perlu ditelaah secara tajam, karena ide ekonomi kerakyatan yang ingin dikembangkan di Indonesia merupakan hal yang sangat sulit dilaksanakan. Kalaupun ada pemihakan pemerintah kepada rakyat paling hanya dapat diakomodir dengan penegasan "dalam The Big Push Theory itu ada Trickle Down Effect".
Pembangunan untuk Membangun Apa?
Disadari atau tidak bahwa pembangunan ekonomi saat ini telah diarahkan kepada matlamat ekonomi yang sempit yaitu terpusat pada pertumbuhan. Dalam perspektif yang lebih luas menyesalkan bahwa perencanaan tujuan pembangunan seharusnya diarahkan kepada pembangunan manusia, bukan terjebak disekitar pembangunan ekonomi.
Tujuan pembangunan ekonomi seharusnya tidak sekedar terpusat pada pertumbuhan, tetapi harus dapat mempertahankan struktur sosial dan budaya yang baik. Pembangunan ekonomi yang banyak merubah keadaan sosial dan budaya menjadi negatif merupakan penyebab munculnya masalah moral.
Tujuan yang sempit dari pembangunan negara menjadi pemahaman pembangunan ekonomi telah mengecilkan makna pembangunan yang lain selain membangun ekonomi. Padahal pembangunan manusia dibidang pendidikan, keagamaan dan bidang lainnya yang jelas-jelas perlu dilakukan telah menjadi prioritas sampingan selain daripada
pembangunan ekonomi yang menjadi pusat aktivitas pembangunan.
Kesalahan ini begitu kuat dan telah mengakar pada aktivitas pembangunan kita sebagai akibat ekonomi menjadi tolok ukur segalanya (materialisme).
Jika kita bertanya, sebenarnya pembangunan itu untuk siapa? Maka hampir semua dari kita menjawab "untuk manusia". Jika pertanyaannya dilanjutkan "apakah manusia hanya perlu pembangunan ekonomi?", maka jawabannya pun "bukan hanya ekonomi". Oleh karena itu, pembangunan yang harus dilakukan negara bukan hanya pembangunan ekonomi tetapi
pembangunan yang memenuhi keperluan manusia dari aspek jasmani dan rohaninya.
Tujuan pembangunan ini perlu dikemukakan, karena untuk mempertegas kepentingan pembangunan ekonomi bukan hanya untuk meraih "akumulasi kapital" secara pribadi, tetapi ada peran komunitas yang harus difungsikan oleh pembangunan ekonomi. Dalam hal ini ekonomi kerakyatan akan tumbuh "subur" jika kapitalisme digeser kearah
sosialisme.
Pembangunan Ekonomi Indonesia sudah Merakyat? Munculnya istilah ekonomi kerakyatan di Indonesia mulai pada tahun 1931 dalam tulisan Mohd. Hatta yang berjudul "Perekonomian Kolonial-Kapital" dalam Harian Daulat Rakyat tanggal 20 November 1931. Perlu difahami bahwa ide ekonomi kerakyatan itu lebih kental di Indonesia dibandingkan negara-negara lain. Kalaupun ada isu yang berkembang di luar Indonesia itu hanya berkisar diseputar skala ekonomi (pengusaha besar, menengah dan kecil). Sementara ekonomi kerakyatan yang dimaksudkan di Indonesia bukan hanya skala ekonomi akan tetapi keinginannya jauh menuju kepada peran nilai-nilai lokal mempengaruhi kehidupan ekonomi.
Cetusan awal Mohd. Hatta itu sebenarnya bermula dari reaksinya terhadap penguasaan ekonomi oleh kolonialisme-VOC serta pelaksanaan UU Agraria tahun 1870. Model ini terus berkembang dan untuk konteks Indonesia masih berkelanjutan pada sistem ekonomi kapitalistik .
Oleh karena itu, warna pembangunan ekonomi yang dilakukan Indonesia sejak dulu (masa penjajahan) sampai orde baru masih bercorak yang sama yaitu pembangunan ekonomi yang berorientasi kapitalisme. Malahan selama masa penjajahan (sekitar 350 tahun) telah terjadi pemasungan gairah keusahawanan karena tidak adanya dukungan kemerdekaan ekonomi, kemampuan peribadi dan faktor-faktor lingkungan yang diciptakan secara sengaja oleh penjajah.
Adi Sasono mengatakan bahwa ekonomi kerakyatan adalah antitesa dan sekaligus sintesa dari ekonomi konglemerasi sentralisasi yang selama ini dianut oleh rezim Orde Baru. Dari pemikiran ini jelas, selama pembangunan ekonomi bercorak "wajah kapitalisme" kental, maka akan selalu berbenturan dengan keinginan ekonomi kerakyatan. Lebih-lebih
saat ini (Pemerintahan Megawati) yang sebenarnya kurang merespons paradigma pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan yang paling tidak dicirikan oleh empat hal; (1) dalam pidato kenegaraan, Presiden Megawati, mengungkapkan keraguannya atas konsep ekonomi kerakyatan atau ekonomi rakyat. Menurutnya, ekonomi kerakyatan sesungguhnya
belum jelas benar mengenai pengertian, lingkup, isi dan konsepnya.
(2) perimbangan APBN yang belum berpihak kepada ekonomi rakyat. Hal ini bisa dibaca dari anggaran yang diberikan pada sektor koperasi dan usaha kecil menengah (UKM), yang masih amat belum memadai.(3)pembaruan paket program kebijakan ekonomi dan keuangan antara pemerintah Indonesia dengan Dana Moneter Internasional (IMF),
tampaknya tidak satu pun dari butir kesepakatan yang ada, menyebutkan keinginan untuk memperkuat basis ekonomi rakyat. Dan (4)kebijakan pemerintah pun belum pula menunjukkan keberpihakannya pada petani yang merupakan rakyat kebanyakan.
Jika mempertanyakan adanya ekonomi kerakyatan sebenarnya dalam makna yang lain sama dengan mempertanyakan mengenai eksistensi ekonomi kerakyatan. Oleh karenanya mempertanyakan eksistensi maka perlu dipahami apa itu eksistensi. Eksistensi menurut makna kamus adalah adanya, sadar akan adanya, keadaan kehidupan dan menjelma atau
menjadi ada. Jika eksistensi diterjemahkan keadalam makna yang lebih bebas, maka makna eksistensi menjadi sesuatu yang keberadaannya dengan secara sadar telah ada dalam kehidupan. Oleh karena itu, jika kita mencoba mengkaitkan makna bebas eksistensi dengan ekonomi kerakyatan, maka keberadaan ekonomi kerakyatan secara sadar telah ada dalam kehidupan sejak dulu.
Term ekonomi kerakyatan, jika kita coba bedah dari kata yang membentuknya, maka ianya terdiri dari dua kata yang digabungkan; pertama kata "ekonomi" dan kedua kata "kerakyatan". Mendalami ekonomi kerakyatan berarti berimplikasi kepada pendalaman mengenai ekonomi dan pendalaman mengenai kerakyatan. Kata kerakyatan yang
melengkapi kata ekonomi seakan-akan menerangkan arah tuju kemana sebenarnya ekonomi harus memihak dan bergerak. Oleh karena itu, membahas perjalanan ekonomi kerakyatan di Indonesia maka sebenarnya berimplikasi pada pembahasan perjalanan ekonomi dan
perjalanan kerakyatan di Indonesia. Membuka tabir perjalanan ekonomi tidaklah cukup melihat kajian sejarah ekonomi menurut perspektif umum, karena jika kita coba mentakrif apa definisi ekonomi menurut perspektif umum sebenarnya ia merupakan simpulan dari aktivitas manusia sejak manusia ada. Begitu juga tabir perjalanan kerakyatan tidaklah cukup membahas manusia yang jika kita menggolongkannya
manusia kelas "kecil", karena sebenarnya semua manusia yang bergabung dalam sebuah institusi negara maka kita menyebutnya dengan istilah "rakyat".
Pemahaman di atas sangat diperlukan karena sebagai alat untuk melihat konteks secara terintegrasi. Dengan demikian, makna ekonomi kerakyatan sebenarnya aktivitas ekonomi yang berpihak kepada rakyat (baik golongan atas, menengah dan kecil), bukan aktivitas ekonomi yang memihak pada rakyat kecil saja atau bahkan rakyat atas saja.
Jika kita mentakrifkan ekonomi kerakyatan adalah aktivitas ekonomi yang memihak kepada rakyat kecil saja, maka sebenarnya kita telah mencoba mengkhianati kerakyatan itu sendiri.
Hanya, yang jadi persoalan dalam ekonomi saat ini adalah mengapa hasil aktivitas ekonomi hanya dinikmati oleh kebanyakan golongan rakyat kelas atas dan menengah saja, yang secara akumulasi sedikit jumlahnya dibandingkan dengan jumlah rakyat kelas kecil yang sangat banyak. Melalui gambaran itu, jika kita akan membentuk sistem ekonomi kerakyatan maka sebenarnya sistem ekonomi itu harus mampu mengakomodir ketiga skala kelompok rakyat di atas yang terperhatikan melalui sistem ekonomi yang dibentuk.
Apa yang Dibangun agar Ekonomi bisa Merakyat?
Di atas saya telah mengatakan bahwa ilmu ekonomi dan aktivitas ekonomi dalam perkembangannya mempunyai perbedaan. Hal ini wajar karena realitas (empirikal) merupakan hal yang terus dijadikan bahan kajian ilmu ekonomi. Dengan demikian pertumbuhan ilmu akan sangat bergantung kepada perkembangan realitas (empirik) yang dikaji berdasarkan metode tertentu sehingga menjadi ilmu. Oleh karena kewajaran keilmuan dapat dilegalisir oleh metode ilmiah (alat membangun ilmu), maka sebenarnya "merakyatkan ekonomi" dapat dilakukan dari dua sisi, (1) sisi ilmu ekonomi dan (2) aktivitas ekonomi.
Merakyatkan ilmu ekonomi dapat ditempuh dengan cara pemberian nilai-nilai kerakyatan" dalam filosofi yang membentuk ilmu ekonomi. Hal ini penting karena kemapanan ilmu ekonomi awalnya dibentuk dari filosofi yang mendasarinya. Jika sekarang dalam ilmu ekonomi telah berkembang menjadi "kapitalisme", maka pada awal pembangunan ilmu
ekonomi telah ditanamkan nilai-nilai yang berbau kapital. Begitu juga jika kita ingin membentuk ilmu ekonomi kerakyatan, maka pada dataran filosofi perlu ditambahkan (jika tidak berani merubah) nilai-nilai kerakyatan sebagai bagian realitas (empirik) yang perlu dikaji secara keilmuan.
Sebenarnya, tak perlu muncul istilah ekonomi kerakyatan jika kita telah memasukan nilai-nilai kerakyatan dalam filosofi pembangunan ilmu ekonomi. Saya melihat, munculnya istilah ekonomi kerakyatan lebih besar kepentingan politisnya berbanding pembangunan ilmu ekonominya. Sekalipun diperlukan hasil ekonomi harus memihak pada
rakyat kebanyakan, itu sebenarnya lebih kental dengan dataran teknis dari implementasi ilmu ekonomi. Dalam hal ini saya ingin menegaskan "ekonomi ya ekonomi", sekalipun ia harus berpihak pada rakyat kebanyakan.
Cara lain merakyatkan ekonomi adalah memainkan peranan kerakyatan dalam aktivitas ekonomi. Pada sisi ini, merupakan lubang yang paling besar yang telah dimasuki "aktivis ekonomi kerakyatan" baik atas nama keilmuan mahupun atas nama politik. Jurus-jurus mengelola ekonomi berorientasi rakyat telah dan banyak dilakukan. Sebagai
contoh program pembangunan ekonomi yang diperuntukan untuk "rakyat kecil" semisal skim kredit untuk usaha kecil, inpres desa tertinggal dan program sejenisnya. Hal ini juga bisa terus dikembangkan sebagai pencarian kiat-kiat solusi ekonomi kerakyatan dalam menjawab kekhawatiran ekonomi bangsa yang memerlukan penanganan.
Nama : Pepi Rusyana
nmp : 05-021 / Manajemen
Jika tema "Ekonomi Kerakyatan: Arkeologi Pemikiran dan Kearifan Sistem Budaya Etnik Pra Indonesia-Modern" diterjemahkan secara bebas, pemahamannya adalah bahwa tema itu ingin mengupas ekonomi kerakyatan dari perspektif awal yang berakselerasi dengan budaya serta menekankan kewujudannya sejak dahulu. Tema yang secara "implisit" mengakui telah adanya ekonomi kerakyatan pada masa lalu ini, keinginannya masih "malu-malu" menempatkan ekonomi yang berorientasi "rakyat" duduk di pusat "tujuan pembangunan ekonomi". Sehingga harus berputar ke sejarah sebagai penguat langkah ekonomi kerakyatan dapat "digauli" secara ramah.
Sebelum menjawab pertanyaan eksistensi pembangunan ekonomi, alangkah baiknya kita memahami apa itu "ekonomi" terlebih dahulu. Menurut definisi yang disepakati oleh banyak pakar mengatakan bahwa ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang perilaku orang dan masyarakat dalam memilih cara menggunakan sumber daya yang langka dan memiliki
beberapa alternatif penggunaan, dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk kemudian menyalurkannya baik saat ini maupun dimasa depan kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.
Definisi di atas diambil dari seorang ekonom berkebangsaan Amerika, yang kita kenal dia hidup lebih kental dengan faham kapitalis berbanding faham sosialis. Hal ini perlu tegaskan, bahwa definisi itu sudah sangat kuat difahami oleh sebagian ekonom dibelahan dunia yang mendukung konsep kapitalisme, sekalipun ia (ekonom) orang yang
berkebangsaan Indonesia. Dari definisi itu ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi, yaitu: perilaku, sumber daya, produksi, distribusi dan konsumsi sebagai landasan pembahasan mengenai ekonomi. Sehingga dominasi pembicaraan masalah ekonomi tidak akan terlepas dari beberapa hal di atas yang garis bawahi, begitu juga
jika kita sekarang akan membicarakan ekonomi kerakyatan.
Kini, ekonomi kerakyatan telah dan sedang ramai digunjing dan dibahas banyak orang. Ramainya pendalaman ekonomi kerakyatan saat ini sebenarnya bukanlah lebih diarahkan pada penggagasan bagaimana sebuah tatanan ekonomi kerakyatan wujud, tetapi lebih kepada reaksi dari "keberhasilan ekonomi kapitalis" yang kurang memihak kepada
masyarakat banyak. Seandainya konsep ekonomi kapitalis hasilnya memihak pada masyarakat banyak, maka sebenarnya istilah ekonomi kerakyatan tidak ramai dibicarakan, karena sebenarnya ekonomi kerakyatan itu mempunyai tujuan yang demikian.
Kehadiran ilmu ekonomi itu relatif baru dibandingkan dengan aktivitas ekonomi itu sendiri. Oleh karena itu, jika kita memahami ekonomi kerakyatan dari perspektif ilmu ekonomi, maka akan menemukan beberapa kesulitan, karena ilmu ekonomi yang berkembang saat ini lebih ke arah "kapitalisme". Lain halnya jika kita mencoba memahami
ekonomi yang berorientasi kerakyatan dalam perspektif aktivitas ekonomi.
Pemikiran Adam Smith bukanlah segala-galanya dalam ilmu ekonomi, tetapi ia merupakan awal dari ilmu ekonomi yang berkembang saat ini. Selanjutnya Keynes pada tahun 1836 melengkapi pemikiran Adam Smith sebagai langkah penguatan hidupnya ekonomi ke arah kapitalisme.
Begitu cepatnya fahaman ekonomi kapitalis berkembang, tentunya dalam kehidupan sangat banyak menyebabkan permasalahan sosial, menanggapi hal ini Kal Marx pada tahun 1867 telah menulis koreksi total terhadap fahaman kapitalis dalam buku Das Kapital (matinya kapitalisme). Dalam perkembangan kekinian, kedua-dua fahaman difahami sebagai pemahaman ekonomi yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dari dua kutub ilmu ekonomi yang sangat kontras ini muncul pemahaman baru yang lebih tenar disebut dengan "mixed economy" (ekonomi campuran).
Dalam dua arus besar pemahaman ilmu ekonomi, Indonesia mengambil pemahaman ekonomi campuran sebagai langkah legalisasi keberadaan campur tangan pemerintah dalam menggairahkan kapitalisme. Prasangka ini dikuatkan oleh langkah-langkah pemerintah Indonesia dalam perencanaan ekonominya mengambil The Big Push Theory sebagai dasar
strategi pembangunan ekonomi. Hal ini perlu ditelaah secara tajam, karena ide ekonomi kerakyatan yang ingin dikembangkan di Indonesia merupakan hal yang sangat sulit dilaksanakan. Kalaupun ada pemihakan pemerintah kepada rakyat paling hanya dapat diakomodir dengan penegasan "dalam The Big Push Theory itu ada Trickle Down Effect".
Pembangunan untuk Membangun Apa?
Disadari atau tidak bahwa pembangunan ekonomi saat ini telah diarahkan kepada matlamat ekonomi yang sempit yaitu terpusat pada pertumbuhan. Dalam perspektif yang lebih luas menyesalkan bahwa perencanaan tujuan pembangunan seharusnya diarahkan kepada pembangunan manusia, bukan terjebak disekitar pembangunan ekonomi.
Tujuan pembangunan ekonomi seharusnya tidak sekedar terpusat pada pertumbuhan, tetapi harus dapat mempertahankan struktur sosial dan budaya yang baik. Pembangunan ekonomi yang banyak merubah keadaan sosial dan budaya menjadi negatif merupakan penyebab munculnya masalah moral.
Tujuan yang sempit dari pembangunan negara menjadi pemahaman pembangunan ekonomi telah mengecilkan makna pembangunan yang lain selain membangun ekonomi. Padahal pembangunan manusia dibidang pendidikan, keagamaan dan bidang lainnya yang jelas-jelas perlu dilakukan telah menjadi prioritas sampingan selain daripada
pembangunan ekonomi yang menjadi pusat aktivitas pembangunan.
Kesalahan ini begitu kuat dan telah mengakar pada aktivitas pembangunan kita sebagai akibat ekonomi menjadi tolok ukur segalanya (materialisme).
Jika kita bertanya, sebenarnya pembangunan itu untuk siapa? Maka hampir semua dari kita menjawab "untuk manusia". Jika pertanyaannya dilanjutkan "apakah manusia hanya perlu pembangunan ekonomi?", maka jawabannya pun "bukan hanya ekonomi". Oleh karena itu, pembangunan yang harus dilakukan negara bukan hanya pembangunan ekonomi tetapi
pembangunan yang memenuhi keperluan manusia dari aspek jasmani dan rohaninya.
Tujuan pembangunan ini perlu dikemukakan, karena untuk mempertegas kepentingan pembangunan ekonomi bukan hanya untuk meraih "akumulasi kapital" secara pribadi, tetapi ada peran komunitas yang harus difungsikan oleh pembangunan ekonomi. Dalam hal ini ekonomi kerakyatan akan tumbuh "subur" jika kapitalisme digeser kearah
sosialisme.
Pembangunan Ekonomi Indonesia sudah Merakyat? Munculnya istilah ekonomi kerakyatan di Indonesia mulai pada tahun 1931 dalam tulisan Mohd. Hatta yang berjudul "Perekonomian Kolonial-Kapital" dalam Harian Daulat Rakyat tanggal 20 November 1931. Perlu difahami bahwa ide ekonomi kerakyatan itu lebih kental di Indonesia dibandingkan negara-negara lain. Kalaupun ada isu yang berkembang di luar Indonesia itu hanya berkisar diseputar skala ekonomi (pengusaha besar, menengah dan kecil). Sementara ekonomi kerakyatan yang dimaksudkan di Indonesia bukan hanya skala ekonomi akan tetapi keinginannya jauh menuju kepada peran nilai-nilai lokal mempengaruhi kehidupan ekonomi.
Cetusan awal Mohd. Hatta itu sebenarnya bermula dari reaksinya terhadap penguasaan ekonomi oleh kolonialisme-VOC serta pelaksanaan UU Agraria tahun 1870. Model ini terus berkembang dan untuk konteks Indonesia masih berkelanjutan pada sistem ekonomi kapitalistik .
Oleh karena itu, warna pembangunan ekonomi yang dilakukan Indonesia sejak dulu (masa penjajahan) sampai orde baru masih bercorak yang sama yaitu pembangunan ekonomi yang berorientasi kapitalisme. Malahan selama masa penjajahan (sekitar 350 tahun) telah terjadi pemasungan gairah keusahawanan karena tidak adanya dukungan kemerdekaan ekonomi, kemampuan peribadi dan faktor-faktor lingkungan yang diciptakan secara sengaja oleh penjajah.
Adi Sasono mengatakan bahwa ekonomi kerakyatan adalah antitesa dan sekaligus sintesa dari ekonomi konglemerasi sentralisasi yang selama ini dianut oleh rezim Orde Baru. Dari pemikiran ini jelas, selama pembangunan ekonomi bercorak "wajah kapitalisme" kental, maka akan selalu berbenturan dengan keinginan ekonomi kerakyatan. Lebih-lebih
saat ini (Pemerintahan Megawati) yang sebenarnya kurang merespons paradigma pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan yang paling tidak dicirikan oleh empat hal; (1) dalam pidato kenegaraan, Presiden Megawati, mengungkapkan keraguannya atas konsep ekonomi kerakyatan atau ekonomi rakyat. Menurutnya, ekonomi kerakyatan sesungguhnya
belum jelas benar mengenai pengertian, lingkup, isi dan konsepnya.
(2) perimbangan APBN yang belum berpihak kepada ekonomi rakyat. Hal ini bisa dibaca dari anggaran yang diberikan pada sektor koperasi dan usaha kecil menengah (UKM), yang masih amat belum memadai.(3)pembaruan paket program kebijakan ekonomi dan keuangan antara pemerintah Indonesia dengan Dana Moneter Internasional (IMF),
tampaknya tidak satu pun dari butir kesepakatan yang ada, menyebutkan keinginan untuk memperkuat basis ekonomi rakyat. Dan (4)kebijakan pemerintah pun belum pula menunjukkan keberpihakannya pada petani yang merupakan rakyat kebanyakan.
Jika mempertanyakan adanya ekonomi kerakyatan sebenarnya dalam makna yang lain sama dengan mempertanyakan mengenai eksistensi ekonomi kerakyatan. Oleh karenanya mempertanyakan eksistensi maka perlu dipahami apa itu eksistensi. Eksistensi menurut makna kamus adalah adanya, sadar akan adanya, keadaan kehidupan dan menjelma atau
menjadi ada. Jika eksistensi diterjemahkan keadalam makna yang lebih bebas, maka makna eksistensi menjadi sesuatu yang keberadaannya dengan secara sadar telah ada dalam kehidupan. Oleh karena itu, jika kita mencoba mengkaitkan makna bebas eksistensi dengan ekonomi kerakyatan, maka keberadaan ekonomi kerakyatan secara sadar telah ada dalam kehidupan sejak dulu.
Term ekonomi kerakyatan, jika kita coba bedah dari kata yang membentuknya, maka ianya terdiri dari dua kata yang digabungkan; pertama kata "ekonomi" dan kedua kata "kerakyatan". Mendalami ekonomi kerakyatan berarti berimplikasi kepada pendalaman mengenai ekonomi dan pendalaman mengenai kerakyatan. Kata kerakyatan yang
melengkapi kata ekonomi seakan-akan menerangkan arah tuju kemana sebenarnya ekonomi harus memihak dan bergerak. Oleh karena itu, membahas perjalanan ekonomi kerakyatan di Indonesia maka sebenarnya berimplikasi pada pembahasan perjalanan ekonomi dan
perjalanan kerakyatan di Indonesia. Membuka tabir perjalanan ekonomi tidaklah cukup melihat kajian sejarah ekonomi menurut perspektif umum, karena jika kita coba mentakrif apa definisi ekonomi menurut perspektif umum sebenarnya ia merupakan simpulan dari aktivitas manusia sejak manusia ada. Begitu juga tabir perjalanan kerakyatan tidaklah cukup membahas manusia yang jika kita menggolongkannya
manusia kelas "kecil", karena sebenarnya semua manusia yang bergabung dalam sebuah institusi negara maka kita menyebutnya dengan istilah "rakyat".
Pemahaman di atas sangat diperlukan karena sebagai alat untuk melihat konteks secara terintegrasi. Dengan demikian, makna ekonomi kerakyatan sebenarnya aktivitas ekonomi yang berpihak kepada rakyat (baik golongan atas, menengah dan kecil), bukan aktivitas ekonomi yang memihak pada rakyat kecil saja atau bahkan rakyat atas saja.
Jika kita mentakrifkan ekonomi kerakyatan adalah aktivitas ekonomi yang memihak kepada rakyat kecil saja, maka sebenarnya kita telah mencoba mengkhianati kerakyatan itu sendiri.
Hanya, yang jadi persoalan dalam ekonomi saat ini adalah mengapa hasil aktivitas ekonomi hanya dinikmati oleh kebanyakan golongan rakyat kelas atas dan menengah saja, yang secara akumulasi sedikit jumlahnya dibandingkan dengan jumlah rakyat kelas kecil yang sangat banyak. Melalui gambaran itu, jika kita akan membentuk sistem ekonomi kerakyatan maka sebenarnya sistem ekonomi itu harus mampu mengakomodir ketiga skala kelompok rakyat di atas yang terperhatikan melalui sistem ekonomi yang dibentuk.
Apa yang Dibangun agar Ekonomi bisa Merakyat?
Di atas saya telah mengatakan bahwa ilmu ekonomi dan aktivitas ekonomi dalam perkembangannya mempunyai perbedaan. Hal ini wajar karena realitas (empirikal) merupakan hal yang terus dijadikan bahan kajian ilmu ekonomi. Dengan demikian pertumbuhan ilmu akan sangat bergantung kepada perkembangan realitas (empirik) yang dikaji berdasarkan metode tertentu sehingga menjadi ilmu. Oleh karena kewajaran keilmuan dapat dilegalisir oleh metode ilmiah (alat membangun ilmu), maka sebenarnya "merakyatkan ekonomi" dapat dilakukan dari dua sisi, (1) sisi ilmu ekonomi dan (2) aktivitas ekonomi.
Merakyatkan ilmu ekonomi dapat ditempuh dengan cara pemberian nilai-nilai kerakyatan" dalam filosofi yang membentuk ilmu ekonomi. Hal ini penting karena kemapanan ilmu ekonomi awalnya dibentuk dari filosofi yang mendasarinya. Jika sekarang dalam ilmu ekonomi telah berkembang menjadi "kapitalisme", maka pada awal pembangunan ilmu
ekonomi telah ditanamkan nilai-nilai yang berbau kapital. Begitu juga jika kita ingin membentuk ilmu ekonomi kerakyatan, maka pada dataran filosofi perlu ditambahkan (jika tidak berani merubah) nilai-nilai kerakyatan sebagai bagian realitas (empirik) yang perlu dikaji secara keilmuan.
Sebenarnya, tak perlu muncul istilah ekonomi kerakyatan jika kita telah memasukan nilai-nilai kerakyatan dalam filosofi pembangunan ilmu ekonomi. Saya melihat, munculnya istilah ekonomi kerakyatan lebih besar kepentingan politisnya berbanding pembangunan ilmu ekonominya. Sekalipun diperlukan hasil ekonomi harus memihak pada
rakyat kebanyakan, itu sebenarnya lebih kental dengan dataran teknis dari implementasi ilmu ekonomi. Dalam hal ini saya ingin menegaskan "ekonomi ya ekonomi", sekalipun ia harus berpihak pada rakyat kebanyakan.
Cara lain merakyatkan ekonomi adalah memainkan peranan kerakyatan dalam aktivitas ekonomi. Pada sisi ini, merupakan lubang yang paling besar yang telah dimasuki "aktivis ekonomi kerakyatan" baik atas nama keilmuan mahupun atas nama politik. Jurus-jurus mengelola ekonomi berorientasi rakyat telah dan banyak dilakukan. Sebagai
contoh program pembangunan ekonomi yang diperuntukan untuk "rakyat kecil" semisal skim kredit untuk usaha kecil, inpres desa tertinggal dan program sejenisnya. Hal ini juga bisa terus dikembangkan sebagai pencarian kiat-kiat solusi ekonomi kerakyatan dalam menjawab kekhawatiran ekonomi bangsa yang memerlukan penanganan.
Subscribe to:
Posts (Atom)