DI Bandung, kalau perlu perangkat lunak (software) murah memang tidak perlu susah-susah. Di beberapa titik, seperti di Jln. Ganesha dan beberapa pertokoan komputer, dengan merogoh kocek Rp 10.000,00 hingga Rp 25.000,00 program apa pun yang diperlukan hampir pasti tersedia. Sesekali mobil aparat lewat, berhenti sebentar dan meluncur lagi.
Mungkin itulah mengapa, Indonesia masuk dalam "tiga besar" dari 20 negara dengan tingkat pembajakan tertinggi yang dilansir lembaga riset IDC dan BSA (Aliansi Industri Perangkat Lunak). Atau ini pula yang membuat munculnya laporan tahun 2005, bahwa 87 persen perangkat lunak yang ada di Indonesia adalah produk bajakan.
Di tengah ruwetnya penanganan pembajakan software (sampai masalah sosial dan hukum), percayalah, satu-satunya cara menghilangkan pembajakan adalah dengan menggunakan software legal. "Nah, konsekuensi dari menggunakan software legal, tinggal beli lah software legal. Dan jika beli software legal, satu pilihannya tidak banyak, dan kebetulan pilihan yang ada tidak banyak ini tidak murah," kata Dr. Richard Mengko, Staf Ahli Menristek Bidang Information and Communication Technology (ICT).
Di negara seperti Indonesia, menurut Richard, pemerintah harus berpikir memberikan alternatif. "Kalau soal kekurangan energi, harus dicarikan teknologi alternatif. Nah, itu melahirkan ide mendorong terbentuknya IGOS. Semangatnya, kita perlu memiliki jalan yang cerdas, bukan jalan pintas." IGOS yang disebut, memiliki nama lengkap Indonesia Go Open Source (IGOS) Nusantara 2006. Open source software (OSS) boleh dibilang merupakan salah satu jawaban atas isu global tentang ICT, berlakunya undang-undang hak atas kekayaan intelektual, dan kesenjangan teknologi informasi di masyarakat.
OSS sendiri bisa didefinisikan sebagai perangkat lunak yang dikembangkan secara bersama, bebas alias gratis. OSS yang paling populer misalnya Linux. IGOS Nusantara 2006 adalah perangkat lunak desktop turunan Linux Fedora Core 5. Kemampuannya, menurut Kepala Bidang Analisis Pengembangan Piranti Lunak Kementerian Ristek, Kemal Prihatman, sudah cukup teruji. Apalagi sekadar mengoperasikan aplikasi perkantoran open office, pengelolaan teks, database, spreadsheet, dan presentasi. Masih bisa juga untuk aplikasi GIMP untuk pengelolaan file grafis, aplikasi Firefox untuk internet browsing, aplikasi Thunderbird untuk e-mail, serta aplikasi GAIM untuk chatting.
"Untuk pengembangan, kami juga memiliki labolatorium test bed IGOS," kata Kemal. Laboratorium test bed IGOS merupakan sarana untuk pengujian perangkat lunak berbasis open source yang dilengkapi dengan peralatan untuk pengujian/uji coba komponen dari aplikasi open source.
IGOS sebenarnya dirintis melalui penandatanganan deklarasi bersama lima kementerian, yaitu Kementerian Perhubungan, Komunikasi dan Informasi, Pendayagunaan Aparatur Negara, Kehakiman dan HAM, dan Pendidikan Nasional, 30 Juni 2004. Deklarasi tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa OSS ini menjadi strategi nasional dalam mempercepat penguasaan teknologi informasi di Indonesia.
Menristek beri contoh
Tingkat kesempurnaan perangkat lunak yang dikembangkan LIPI dan Menristek ini, menurut Richard, sudah mendekati perangkat lunak biasa. "Kalau hanya sebuah operating system, spreadsheet, presentasi, browsing, itu sudah dicoba, sudah dibuktikan tidak ada bedanya, hanya
letak-letak icon saja. Sama dengan Bapak hari ini memakai Toyota, besok Mercedes terus bingung, lho rem tangannya di mana, remnya pindah. Tapi kan pasti semua mobil punya rem tangan. Bedanya itu," paparnya.
Diakui Richard, kendala terbesar adalah bagaimana IGOS bisa digunakan secara masif. "Kita sulit menjual obat rambut hitam kalau kita sendiri beruban. Bukan kendala lah, tapi perlu upaya lebih besar agar sistem ini dipakai. Feedback kan dari pengguna, kalau kita yang bikin pasti sudah hebat. Dan ini akan dikembangkan terus dengan arah yang benar, sehingga menjadi produk yang benar-benar qualified," katanya.
Diakui Richard, kendala terbesar adalah bagaimana IGOS bisa digunakan secara masif. "Kita sulit menjual obat rambut hitam kalau kita sendiri beruban. Bukan kendala lah, tapi perlu upaya lebih besar agar sistem ini dipakai. Feedback kan dari pengguna, kalau kita yang bikin pasti sudah hebat. Dan ini akan dikembangkan terus dengan arah yang benar, sehingga menjadi produk yang benar-benar qualified," katanya.
Di Kementerian Ristek, IGOS sudah dipakai dalam operasional sehari-hari. Asisten Deputi Promosi dan Komersialisasi Iptek, Dra. Dewi Odjar Ratna Komala, M.M. mengaku tak terlalu sulit "bermigrasi" . "Untuk ukuran saya yang sudah tua dan sulit kalau harus belajar yang baru, ternyata bisa juga," kata Dewi di sela-sela peluncuran IGOS Nusantara 2006, IGOS-Source dan Lab IGOS Test Bed di Jakarta, Senin (4/12).
Penghematan biaya
Semangat "be legal" dan mendapatkan perangkat yang murah ini tampak dilakukan serius. Berapa penghematan yang bisa dilakukan, sambil tidak ketinggalan teknologi akan sangat besar. Biaya belanja software komersial tidak sekadar pembelian untuk program dasar. "Kita harus
keluar uang lagi untuk beli program-program tambahan. Belum lagi kalau keluar program baru, semuanya harus diganti," kata Kemal.
Dari informasi yang didapat, Unpad misalnya menghabiskan biaya Rp 300 juta per tahun untuk membayar software. Tentu saja banyak institusi swasta atau pemerintah yang bisa menghemat biaya. "Kalau menggunakan IGOS ini, biaya yang keluar paling untuk pelatihan saja, tidak perlu
sebesar itu," kata Dewi.
Selain aspek legal dan penghematan, sirkulasi keuangan negara dan peningkatan SDM menjadi fokus dari penggunaan IGOS. "Pertama be legal, kedua jangan digital divide, banyak di pulau-pulau lain yang keadaannya berbeda. Kalau kita biarkan, kapan mereka mau pinter, dan
jangan lupa industri lokal. Regulasi dengan penguasaan teknologi, dengan lahirnya industri itu sesuatu yang nyambung. Untuk apa kita bikin benda baru yang terpaksa kita impor 100 persen. Lebih baik kita tunggu saja 10 tahun. Nah, cerita itu, be legal, digital divide dan bagaimana menumbuhkan industri lokal itu. Industri lokal itu, antara lain yang bikin program itu kan orang indonesia. Semua lokal kan.
Buktinya mereka sekarang pinter bikin IGOS. Dan saya yakin, cukup kita dukung akan muncul versi yang lebih sempurna. Jangan lupa, DOS juga dulu DOS 1 dulu. Begitu sampai DOS 6 baru ngerti, dulu DOS 1 itu bodoh sekali," papar Richard.
Dalam instalasi, tersedia beberapa pilihan yaitu pertama, office dan productivity, tipe instalasi berisi paket-paket software umum untuk keperluan perkantoran dan administrasi. Kedua, software development, pada tipe instalasi ini paket-paket yang berguna untuk kegiatan pemrograman software. Ketiga, web server, tipe ini merupakan tipe khusus digunakan untuk keperluan server pada jaringan. Untuk melengkapi dan penyempurnaan terus-menerus, Kemal menyebut pihaknya menyediakan fasilitas support group, akses melalui situs resmi http://www.igos- nusantara. or.id. Untuk media layanan penyimpan koleksi perangkat lunak untuk pengembang dan media penyebaran kepada pemakai dibangun repositori IGOS (IGOS-Source) . Repositori ini bisa diakses di http://www.igos- source.or. id atau lewat e-mail di helpdesk@igos- source.or. id. "Apabila ingin software-nya, (bisa) dapat di Kantor Ristek (Jln. M.H. Thamrin Jakarta)," tulis pesan singkat dari Ristek.
Biar lebih banyak digunakan, perlu juga dititipkan di penjual program bajakan, di Jln. Ganesha atau pertokoan komputer. Legal, murah, dan mungkin peringkat Indonesia segera menurun atau hilang. Siapa tahu.
Penghematan biaya
Semangat "be legal" dan mendapatkan perangkat yang murah ini tampak dilakukan serius. Berapa penghematan yang bisa dilakukan, sambil tidak ketinggalan teknologi akan sangat besar. Biaya belanja software komersial tidak sekadar pembelian untuk program dasar. "Kita harus
keluar uang lagi untuk beli program-program tambahan. Belum lagi kalau keluar program baru, semuanya harus diganti," kata Kemal.
Dari informasi yang didapat, Unpad misalnya menghabiskan biaya Rp 300 juta per tahun untuk membayar software. Tentu saja banyak institusi swasta atau pemerintah yang bisa menghemat biaya. "Kalau menggunakan IGOS ini, biaya yang keluar paling untuk pelatihan saja, tidak perlu
sebesar itu," kata Dewi.
Selain aspek legal dan penghematan, sirkulasi keuangan negara dan peningkatan SDM menjadi fokus dari penggunaan IGOS. "Pertama be legal, kedua jangan digital divide, banyak di pulau-pulau lain yang keadaannya berbeda. Kalau kita biarkan, kapan mereka mau pinter, dan
jangan lupa industri lokal. Regulasi dengan penguasaan teknologi, dengan lahirnya industri itu sesuatu yang nyambung. Untuk apa kita bikin benda baru yang terpaksa kita impor 100 persen. Lebih baik kita tunggu saja 10 tahun. Nah, cerita itu, be legal, digital divide dan bagaimana menumbuhkan industri lokal itu. Industri lokal itu, antara lain yang bikin program itu kan orang indonesia. Semua lokal kan.
Buktinya mereka sekarang pinter bikin IGOS. Dan saya yakin, cukup kita dukung akan muncul versi yang lebih sempurna. Jangan lupa, DOS juga dulu DOS 1 dulu. Begitu sampai DOS 6 baru ngerti, dulu DOS 1 itu bodoh sekali," papar Richard.
Dalam instalasi, tersedia beberapa pilihan yaitu pertama, office dan productivity, tipe instalasi berisi paket-paket software umum untuk keperluan perkantoran dan administrasi. Kedua, software development, pada tipe instalasi ini paket-paket yang berguna untuk kegiatan pemrograman software. Ketiga, web server, tipe ini merupakan tipe khusus digunakan untuk keperluan server pada jaringan. Untuk melengkapi dan penyempurnaan terus-menerus, Kemal menyebut pihaknya menyediakan fasilitas support group, akses melalui situs resmi http://www.igos- nusantara. or.id. Untuk media layanan penyimpan koleksi perangkat lunak untuk pengembang dan media penyebaran kepada pemakai dibangun repositori IGOS (IGOS-Source) . Repositori ini bisa diakses di http://www.igos- source.or. id atau lewat e-mail di helpdesk@igos- source.or. id. "Apabila ingin software-nya, (bisa) dapat di Kantor Ristek (Jln. M.H. Thamrin Jakarta)," tulis pesan singkat dari Ristek.
Biar lebih banyak digunakan, perlu juga dititipkan di penjual program bajakan, di Jln. Ganesha atau pertokoan komputer. Legal, murah, dan mungkin peringkat Indonesia segera menurun atau hilang. Siapa tahu.