Wednesday, May 2, 2007

SIAPA LEBIH MERUSAK LINGKUNGAN: ORANG MISKIN ATAU ORANG KAYA?

Yosua Mario Hadi
Tugas Ekonomi Pembangunan

The greatest threat to the equilibrium of the environment comes from the way the economy is organized... ever increasing growth and accumulation (Ravaioli, 1995: 4)
1. Jika hutan kita menjadi gundul atau terbakar, sehingga lingkungan hidup kita rusak, siapa biang keladinya? Penduduk miskin di hutan-hutan dan sekitar hutan menebang hutan negara untuk memperoleh penghasilan untuk makan. Tetapi kayu-kayu yang
diperolehnya ditampung calo-calo untuk dijual, dan kemudian dijual lagi untuk ekspor, yang semuanya "demi keuntungan". Siapa yang paling bersalah dalam proses perusakan lingkungan ini? Yang jelas tidak adil adalah kalau yang disalahkan hanya orang-orang miskin saja, sedangkan orang-orang kaya adalah "pahlawan pembangunan".
2. Apabila dikatakan penduduk miskin terbiasa ... "membuang kotoran manusia secara sembarangan yang akan berakibat pada terjangkitnya diare ..." atau "penduduk miskin hanya menekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup, dan mereka cenderung mengabaikan pemeliharaan lingkungan sekitar", kiranya pernyataan ini juga tidak adil. Pemenuhan kebutuhan pokok penduduk miskin bukan masalah "hanya", tetapi "mutlak" harus dipenuhi untuk hidup. Penduduk miskin tidak memperhatikan lingkungan hidup sekitarnya bukanlah karena mereka tidak peduli, tetapi karena mereka
melakukannya dengan terpaksa.
3. Agar adil kita harus mengakui bahwa kerusakan lingkungan khususnya hutan, disebabkan para pemodal yang haus keuntungan, "memesan" kayu dalam jumlah besar sebagai bahan baku industri yang memang permintaannya sangat besar pula. Akumulasi
keuntungan dan kekayaan yang tidak mengenal batas harus dianggap sebagai penyebab utama kerusakan/pengrusakan hutan, bukan karena orang-orang miskin banyak yang merusak hutan. Maka untuk menjamin terjadinya pembangunan yang berkelanjutan kita harus menghentikan keserakahan orang-orang kaya. Adalah sangat keliru ilmu ekonomi
justru memuja "keserakahan".
4. Perkembangan pedagang kaki lima (PKL) yang tumbuh menjamur dimana-mana, yang dianggap merusak lingkungan karena mengotori jalan dan mengganggu ketertiban, juga tidak mungkin ditimpakan kesalahannya pada PKL karena pekerjaan itulah satu-satunya "mata pencaharian" yang dapat dilakukan dalam kondisi kepepet. Ia menggunakan modal sendiri dengan resiko usaha ditanggung sendiri, tidak ada subsidi apapun dar pemerintah, dan memang ada pembeli terhadap barang/jasa yang ditawarkannya. Jadi dalam hal ini lingkungan yang rusak harus diselamatkan melalui upaya-upaya "pencegahan" munculnya PKL, bukan dengan "menggusurnya" setelah berkembang. PKL bukan "masalah" tetapi "pemecahan" masalah kemiskinan.
5. Kesimpulan kita, pendekatan terhadap masalah "pengurangan kemiskinan dan pengelolaan lingkungan" atau sebaliknya terhadap "pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dan strategi penanggulangan kemiskinan" selama ini kiranya salah dan tidak adil, karena melihat kemiskinan sebagai fakta tanpa mempelajari sumber-sumber dan sebab-sebab kemiskinan itu. Akan lebih baik dan lebih adil jika para peneliti memberi perhatian lebih besar pada sistem ekonomi yang bersifat "serakah" dalam eksploitasi SDA, yaitu sistem ekonomi kapitalis liberal yang berkembang di Barat, dan merajalela sejak jaman penjajahan sampai era globalisasi masa kini. Sistem ekonomi yang tepat bagi Indonesia adalah sistem ekonomi pasar yang populis dan mengacu pada ideologi Pancasila dengan lima cirinya sebagai berikut:
(1) Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral;
(2) Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;
(3) Semangat nasionalisme ekonomi; dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri;
(4) Demokrasi Ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat;
(5) Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggung jawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Tanggapan

Dari kenyataan hidup di negara indonesia, kita hanya bisa menyalahkan masyarakat miskin akibat dampak yang di timbulkan dari perbuatan mereka. Kita tidak melihat akan sebab-sebab mereka menjadi miskin, yang menyebabkan mereka menjadi miskin adalah lingkungan, ketidakperdulian pemerintah serta masyarakat sekitar akan keberadaan
mereka. Kenyataan bahwa sampah-sampah yang menumpuk di Indonesia yang berdampak pada terjadinya banjir pada musim hujan kemarin, menjadi pukulan telak negara Indonesia akibat kegagalan pemerintah mengatur ibu kota. Di samping Jakarta sebagai sentral dari negara ini namun Jakarta juga menjadi sentral kemiskinan. Masyarakat miskin
di jadikan alasan terjadinya penumpukan sampah yang terjadi, namun pada kenyataannya masyarakat kayalah yang paling banyak membuang sampah rumah tangga.

Contoh lain yang terjadi adalah hutan kita yang gundul, penyebabnya adalah masyarakat sekitar hutan yang menebang hutan secara liar. Apakah pernyataan itu adil? Kenyataannya mereka hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka mereka bekerja pada perusahaan perhutanan yang serakah. Masyarakat miskin hanya dijadikan tameng
dari kebusukan para pengusaha penebangan hutan liar. Yang perlu di tangkap adalah para pengusaha yang menjadi pemimpin, bukan para pekerja yang hanya bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup. Ini juga merupakan salah satu penyebeb terjadinya banjir di negara Indonesia.

Permasalahan di kota yang sering timbul adalah permasalahan banyaknya PKL di pusat kota yang mengakibatkan potret hidup di kota besar menjadi tidak sesuai. Kita harus melihat apa penyebeb mereka menjadi PKL? Itu merupakan tindakan spontan guna memenuhi kebutuhan hidup di kota besar yang sangat keras. Dengan banyaknya PKL yang ada
di kota besar, kita dapat melihat bahwa pemerintah tidak memperhatikan masyarakatnya yang kurang mampu. Sungguh menyedihkan kalau ibu kota masih di hiasi dengan banyaknya masyarakat yang miskin. Pemerintah perlu menyediakan lapangan kerja, langkah awalnya
dapat dilakukan dengan menarik lebih banyak investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Langkahnya dapat berupa menurunkan tingkat pajak, suku bunga kredit, serta biaya-biaya lain yang dapat memberatkan usaha para pengusaha. Saya percaya bila banyak investor yang membuka lapangan pekerjaan, maka tingkat kemiskinan dapat di
turunkan serta masalah PKL dapat berkurang.

"Tingkatkan pemahaman kalian guna memahami dan dapat menemukan pemecahan suatu permasalahan."

Think Fast..
Or Be Last...

No comments: