TUGAS MATA KULIAH EKONOMI PEMBANGUNAN
NAMA : YANTI DWI INDARTI
NPM : 05411-015
SEMESTER : 4 (EMPAT)
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL MASIH ABSURB
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas,
Paskah Suzeta, menyatakan Indonesia tahun 2025 akan mencapai titik
kemandirian di segala bidang. Baik di sektor ekonomi maupun sektor
yang lainnya. Keyakinan ini muncul ketika pemerintah bersama
DPR "berhasil" merumuskan Visi Indonesia dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang diisahkan 2007.
Ketika kita dalami RPJPN ini tak ubahnya seperti Rencana Pembangunan
Lima Tahun (Repelita) milik orde baru. Dimana secara konsepnya
pembangunan dilaksanakan secara periodik. Dalam pelita VI, Indonesia
hampir saja melakukan tinggal landas. Namun karena terjadi perubahan
konstalasi politik, akhirnya kandas di ujung landasan. Dalam
Repelita yang menjadi titik utama pembangunan adalah di sektor
agraris. Tiap-tiap tahapan, jika diperhatikan pastilah ada unsur
swasembada pangan.
Dengan RPJPN ini pembangunan Indonesia diharapkan akan lebih
terarah. Target, harapan maupun tujuan semoga akan lebih jelas.
Mengingat perkembangan globalisasi mengharapkan Indonesia semakin
pro-aktif dalam melakukan berbagai perubahan secara konstruksi.
Namun jika kita amati Visi Indonesia 2025 ini, ada beberapa
permasalahan di dalamnya. Pertama, tidak adanya main focus yang
digarap secara lebih mendalam. Jika Malaysia dengan Visi 2020-nya
mentargetkan sebagai Negara telekomunikasi termaju, maka dalam RPJPN
belum termaktub arahan yang ingin dicapai.
RPJPN mencantumkan, Indonesia ke depan harus menjadi mandiri. Namun
tidak disebutkan dalam bidang apa. Seharusnya ada sebuah identitas
bangsa yang menjadi fokus garapan utama yang menjadi titik penekanan
konsentrasi kerja. Sebagai contohnya, sebagian besar wilayah
Indonesia berupa lautan. Apalagi laut Indonesia dikaruniai dengan
barbagai macam kekayaan luar biasa. Jika dalam RPJPN disebutkan
jelas, bahwa Indonesia 2025 adalah negara maritim dan konsisten
menggarapnya, maka kemakmuran pun bisa datang dengan sendirinya.
Dari realita yang ada fokus konsentrasi dalam RPJPN harus ada. Ini
untuk menentukan konsentrasi kerja pembangunan. Berkaca pada
repelitanya orde baru, ada sebuah sector utama yang dikhususkan.
Yaitu sektor pertanian pangan. Dalam tahapan reliata, minimal salah
satu butirnya mengatur tentang pertanian. Alhasil pada tahun 1984
Indonesia pernah menjadi negara dengan swasembada beras.
Permasalahan berikutnya adalah masalah politik. Tiap lima tahun
sekali, Indonesia melaksanakan pemilu. Apalagi berdasarkan ketentuan
yang baru, tidak ada kesempatan rezimisasi lagi. Batasan seseorang
menduduki kursi presiden hanya dua kali periode. Sejak 2005 Presiden
SBY telah menduduki kursi tersebut, hingga tahun 2009 nanti dan jika
terpilih kembali hingga 2014. secara otomatis jika penguasa
berganti, maka programpun akan berbeda pula. Meskipun dalam RPJPN
ini sudah diperkuat dengan Undang-undang, namun tetap akan mengalami
perubahan yang krusial. Jika tidak ada kesepakatan politis mengenai
hal ini, maka arah pembangunan tiap lima tahun pun akan berganti.
Bila ini terjadi, maka kontinuitas program pembangunan tidak akan
terjamin. Sebagai solusinya adalah harus ada kesepakatan politis
antar seluruh elemem bangsa mengenai hal ini, RPJPN harus diletakkan
sebagai landasan utama dalam melaksanakan pembangunan nasional,
bukan hanya sebagai tekad. Kesepakatan ini diharapkan menjadi sebuah
piagam bersama.
Permasalahan ketiga adalah utang Indonesia. Dengan diterbitkannya
Surat Utang Negara (SUN) ataupun Surat Berharga Negara (SBN)
lainnya, maka secara otomatis pula Indonesia mempunyai utang dalam
durasi waktu tertentu. Ditambah lagi masa tenor berbagai instrument
keuangan tersebut beragam. Jadi konsep kemandirian yang ditawarkan
oleh RPJPN masih terlalu absurb. Jika kebijakan penerbitan ORI
maupun instrumen lainnya masih dianggap sebagai solusi pembiayaan,
maka dalam beberapa waktu ke depan Indonesia masih akan terikat
utang. Apalagi ke depan, Departemen Keuangan masih akan gencar
menerbitkan instrumen tersebut. Semakin maraknya transaksi instrumen
keuangan di Indonesia, mengindifikasikan sektor riil akan semakin
terpuruk. Dengan BI Rate sembilan persen, maka SBI dan instrumen
keuangan sejenisnya masih sangat menarik sebagai medium investasi.
Jika pemerintah ingin mandiri, maka BI Rate secara bertahap harus
diturunkan. Diharapkan dengan penurunan ini akan memicu pengalihan
dana ke sektor riil. Selama ini dana investasi yang tidur di Bank
Indonesia (BI) ini sudah triliunan rupiah. Namun jika BI Rate
diturunkan secara drastis, yang perlu diwaspadai adalah adanya
capital flight. Dimana dana tersebut akan dilarikan untuk investasi
ke luar negeri karena dianggap lebih menjanjikan. Oleh karenanya,
penurunan ini harus bersifat bertahap dengan memperhatikan berbagai
aspek.
Sumber/ Bahan : Surat kabar Pelita terbit tanggal 25 april 2007
TARIK ULUR RESHUFFLE STABILITAS EKONOMI NASIONAL TERGANGGU
Perombakan (reshuffle) kabinet dan tarik ulur waktu pelaksanaannya
berdampak negatif terhadap denyut nadi perekonomian nasional.
Stabilitas dan ketidakpastian ekonomi pun sangat terganggu, karena
pasar menunggu kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait
perombakan kabinet. Demikian diungkapkan pengamat ekonomi dari Indef
Imam Sugema. Menurut Imam, tarik ulur waktu reshuffle kabinet oleh
presiden SBY menimbulkan ketidakpastian di bidang ekonomi. Pasalnya,
para pelaku usaha tentu akan berdebar-debar menantikan posisi para
menteri di bidang ekonomi tersebut.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan Presiden SBY untuk memilih
para menterinya di bidang ekonomi. Biasanya hal ini akan terkait
dengan reaksi pasar nantinya. Jika yang dipilih adalah sosok yang
kredibel, tentu akan diterima oleh pasar. Dan akan berdampak positif
bagi pertumbuhan ekonomi. Namun bila tidak, maka dampak negatif yang
akan timbul.
Ada dua hal yang harus dicermati Presiden SBY saat akan menentukan
pilihan. Pertama, menteri yang ada harus paham dengan kondisi
ekonomi, bukan hanya pada tataran berpikir saja, tetapi dalam
tataran bertindak. Kedua, yang dibutuhkan adalah menteri yang dapat
memberikan kepastian tentang pengurangan pengangguran, penciptaan
lapangan kerja, pertumbuhan laju investasi, hingga masalah moneter
dalam bidang pertumbuhan ekonomi. Jika para menteri yang dipilih
tidak sesuai, tentu akan membuat stabilitas ekonomi terganggu.
Akibatnya pelaku usaha menjadi tidak nyaman berusaha yang berbuntut
pula pada rendahnya pendapatan nasional
Rencana Reshuffle kabinet mau tak mau memberikan dampak negatif.
Kini, berbagai kebijakan pemerintah ke sektor industri banyak tidak
sinkron. Berbagai instansi menerbitkan kebijakan sendiri-sendiri,
padahal itu sangat kontra produktif, ungkap Sekjen Gabungan
Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro. Industri baja
misalnya, Menteri KLH mengeluarkan kebijakan sendiri, sedangkan
Menteri Perindustrian juga menerbitkan kebijakan yang membuat
prokontra. Akibat semua itu, ekspor baja asal Indonesia menjadi
terhambat. Paling tidak, order ekspor yang sudah ada pun tak bisa
dikirimkan sesuai jadwal yang ditentukan.
Kalau mau Reshuffle kabinet, Presiden SBY hendaknya bersikap tegas.
Kalau iya segera umumkan, atau sebaliknya juga harus disampaikan ke
publik. Dengan begitu, kinerja para menteri bisa lebih enak dan
fokus. Implikasinya, kebijakan yang seharusnya bisa keluar, tak
harus ditunda-tunda, karena ini juga akan mengganggu pelaku usaha.
Jika Presiden SBY masih menggantung seperti sekarang ini, para
pelaku usaha juga menahan diri. Masalahnya kalau mau investasi,
jangan-jangan ada perubahan kebijakan. Proyek yang sudah dimulai
terpaksa jalannya lambat karena ada keraguan yang tinggi di kalangan
pelaku usaha. Makin lama menggantung reshuffle, dampaknya kian buruk
termasuk ke sektor riil. Sementara itu, pengamat keuangan Dandossi
Matram menilai, isu reshuffle kabinet terakhir ini hampir tak
berdampak negatif ke sektor moneter. Buktinya, indikasi makro
ekonomi masih bagus, inflasi turun, suku bunga SBI rendah (masih
berpotensi turun lagi dan indeks harga saham gabungan/ ISHG justru
menguat). Kurs rupiah juga stabil, sehingga tak begitu berpengaruh
pada investasidi sektor riil. Menurutnya, pemerintahan SBY dari sisi
moneter cukup memberikan perubahan yang bagus, walaupun belum
optimal.
Sumber / Bahan : Surat Kabar Batak Pos terbit tanggal 24 dan 25
April 2007
Sunday, April 29, 2007
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL MASIH ABSURB
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment