Tuesday, May 1, 2007

Prospek Bisnis UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan Otonomi Daerah

Artikel Ekonomi Pembangunan
Yosua Mario Hadi


Usaha kecil menengah telah terbukti mampu hidup dan berkembang di dalam badai krisis selama lebih dari enam tahun, keberadaannya telah dapat memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar hampir 60%, penyerapan tenaga kerja sebesar 88,7% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia dan kontribusi UKM terhadap ekspor tahun 1997 sebesar 7,5% (BPS tahun 2000). Dalam menghadapi era perdagangan bebas dan otonomisasi daerah maka pengembangan UKM diarahkan pada : (1). Pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM; (2). Pengembangan lembaga-lembaga financial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal yang transparan dan lebih murah; (3). Memberikan jasa layanan pengembangan bisnis non finansial kepada UKM yang lebih efektif; dan (4). Pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri. Berkembang atau matinya usaha kecil menengah dalam era
perdagangan bebas tergantung dari kemampuan bersaing dan peningkatan efisiensi serta membentuk jaringan bisnis dengan lembaga lainnya. Krisis ekonomi kini sudah berusia lebih dari enam tahun. Namun tanda-tanda pemulihan yang diharapkan agaknya masih berjalan sangat lambat dan terseok-seok, walaupun nilai tukar rupiah semakin menguat dan kondisi sosial-politik nasional sudah semakin membaik. Pemulihan ekonomi yang berjalan lambat ini ditunjukkan antara lain dari masih rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, tingginya angka pengangguran dan kemiskinan serta "mandegnya" perkembangan kegiatan usaha berskala besar baik PMA maupun PMDN. Secara detail angka-angka perkembangan indikator makro ekonomi yang belum menjanjikan dapat
kita lihat pada laporan yang dikeluarkan, baik oleh Badan Pusat Statistik maupun dalam literatur-literatur ekonomi lainnnya (misalnya, Prema Chandra Athukorola, Bulletin Of Indonesian Economic Studies, Agustus 2002; Badan Pusat Statistik, 2002 dan 2003).
Mesin pemulihan ekonomi selama ini masih sangat tergantung pada besaran tingkat konsumsi semata, dan sedikit didorong oleh kegiatan investasi portofolio dan ekspor.
Ditengah pemulihan ekonomi yang masih lambat ini, perekonomian nasional dihantui pula dengan ambisi nasional untuk melakukan otonomi daerah dan desentralisasi. Selain itu, adanya komitment nasional untuk melaksanakan perdagangan bebas multilateral (WTO),
regional (AFTA), kerjasama informal APEC, dan bahkan ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2020 merupakan tambahan pekerjaan rumah yang harus pula disikapi secara serius. Dalam hal otonomi daerah dan desentralisasi, berbagai persoalan masih semrawut. Ini terjadi karena disatu pihak ada pihak-pihak tertentu yang tetap berkeinginan
untuk melakukan otonomi daerah dan desentralisasi sesuai dengan UU no. 22/1999 dan UU no. 25/1999, sedangkan di pihak lain banyak yang menuntut revisi alas kedua undang-undang tersebut. Tarik menarik ini selanjutnya menimbulkan berbagai ketidakpastian, sehingga banyak daerah menetapkan berbagai peraturan baru khususnya yang berkaitan dengan pajak daerah, lisensi dan pungutan lainnya. Diperkirakan
lebih dari 1000 peraturan yang berkaitan dengan pajak dan pungutan lainnya telah dikeluarkan daerah-daerah sejak diundangkannya pelaksanaan desentralisasi (Jakarta Post, 6 Mei 2002). Peraturan-peraturan ini telah menghasilkan beban berat bagi pelaksanaan kegiatan usaha di daerah (Firdausy, 2002; Ilyas Saad, 2002).
Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif ini, pengembangan kegiatan usaha kecil dan menengah (selanjutnya disebut UKM) dianggap sebagai satu alternatif penting yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Argumentasi ekonomi dibelakang ini yakni karena UKM merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan kapital yang besar dan dalam periode krisis selama ini UKM relatif tahan
banting", terutama UKM yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertanian. Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika telah menyebabkan UKM dalam sektor pertanian dapat mengeruk keuntungan yang relatif besar. Sebaliknya, UKM yang tergantung pada input
import mengalami keterpurukan dengan adanya gejolak depresiasi rupiah ini.
Tulisan singkat ini bertujuan untuk mediskusikan prospek bisnis UKM dalam era perdagangan bebas dan otonomi daerah. Untuk membahas topik ini, berikut akan diuraikan potensi dan kontribusi UKM terhadap perekonomian nasional sebagai latar belakang analisis. Kemudian, didiskusikan upaya apa yang harus dilakukan dalam pengembangan UKM khususnya di daerah dalam menghadapi perdagangan bebas dan otonomi
daerah.

Potensi dan Kontribusi UKM terhadap Perekonomian

Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara
untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha-usaha kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro (yaitu usaha dengan jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar), pada tahun 2000 meliputi 99,9 persen dari total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang
berkisar antara Rp. 1 Milyar dan Rp. 50 Milyar) meliputi hanya 0,14 persen dari jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi UKM sebagai keseluruhan meliputi 99,9 persen dari jumlah total usaha yang bergerak di Indonesia.
Besarnya peran UKM ini mengindikasikan bahwa UKM merupakan sektor usaha dominan dalam menyerap tenaga kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan BPS (2000), pada tahun 1999 usaha-usaha kecil (termasuk usaha rumah tangga) mempekerjakan 88,7 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia., sedangkan usaha menengah mempekerjakan sebanyak
10,7 persen. Ini berarti bahwa UKM mempekerjakan sebanyak 99,4 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia. Disamping ini nilai tambah bruto total yang dihasilkan usaha-usaha kecil secara keseluruhan meliputi 41,9 per sen dari Produk Domestik Bruto (POB) Indonesia pada tahun 1999, sedangkan usaha-usaha menengah secara keseluruhan menghasilkan 17,5 persen dari POB (Iihat juga Thee Kian Wie, 2001). Dengan demikian, nilai tambah bruto total yang dihasilkan UKM secara keseluruhan hampir sebesar 60 persen dari POB


Tanggapan

Dari data yang di peroleh oleh BPS, jelas sekali usaha kecil dan menengah kian mendominasi sektor usaha di Indonesia. Usaha tersebut juga mampu menyerap tenaga kerja yang banyak sehingga membantu dalam proses menurunkan tingkat pengangguran yang tinggi. Kini yang perlu dilakukan adalah menyediakan lapangan guna memperluas usaha kecil dan menengah dan lingkungan usaha yang kondusif. Serta dukungan dari lembaga-lembaga finansial yang dapat membantu dalam hal permodalan usaha kecil yang sedang berkembang atau yang baru memulai langkah usaha. Pemerintah seharusnya lebih
memperhatikan usaha kecil dan mengengah yang memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi yang sedang terpuruk. Dengan kemudahan akses dalam kerjasama antar usaha kecil dan menengah serta jaringan terhadap persaingan pasar bebas. Dengan banyaknya hasil-hasil usaha yang di ekspor ke luar negeri, usaha di Indonesia harus di
perhatikan lebih serius. Sebab usaha kecil berpotensi menjadi penggerak pemulihan ekonomi Indonesia.
Kita sebagai generasi penerus harus memahami usaha apa yang berkembang di negara Indonesia, dan usaha apa yang berkembang di masa yang akan datang. Dengan cara apa keadaan ekonomi di Indonesia dapat pulih, kita harus berfikir ke depan, sebab era globalisasi merupakan era persaingan yang keras. Perlunya pemahaman yang luas
dan terbuka terhadap informasi-informasi baru merupakan langkah awal dalam menciptakan daya fikir yang maju. Dengan demikian saya mengharapkan setiap perguruan tinggi di Indonesia dapat mencetak lulusan-lulusan yang dapat membuka lapangan kerja, bukan mencetak para buruh yang nantinya bekerja pada perusahaan-perusahaan asing.
Pengarahan selama ini hanya untuk menciptakan tenaga kerja yang handal, sedangkan pada kenyataannya lapangan pekerjaan di Indonesia kurang. Sehingga lulusan-lulusan dari perguruan tinggi yang siap untuk bekerja, menambah tingkat pengangguran karena kurangnya lapangan kerja yang siap untuk menampung para lulusan perguruan tinggi.
Mengapa tidak di arahkan untuk menciptakan lapangan kerja sendiri? Dengan menciptakan lapangan kerja, merupakan langkah untuk membantu mengurangi tingkat pengangguran bukan menambah daftar tunggu para penganggur. Usaha kecil merupakan langkah awal yang efektif dan dapat bertahan lama, terbukti pada krisis ekonomi tahun 1997, usaha
yang masih hidup walaupun tersendat adalah usaha kecil dan menengah sedangkan banyak usaha besar yang mengalami gulung tikar. Dalam usaha kecil di perlukan daya kreativitas yang tinggi dan inovasi dari pelaku usaha guna terus mempertahankan usahanya dari persaingan bebas. Apabila usaha yang dilakukan ketinggalan jaman, maka para pengusaha-pengusaha lain yang lebih cepat tanggap terhadap perubahanlah yang akan mampu terus bertahan.
Perdagangan merupakan usaha yang tidak pernah mati, namun selalu mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat. Bulan ini produk A yang sedang banyak di konsumsi oleh masyarakat, beberapa bulan depan tidak ada yang dapat menjamin produk tersebut masih di konsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu kita harus memiliki daya fikir yang cepat, mampu menganalisa kemungkinan yang akan terjadi esok, dan
memiliki konteks yang luas agar informasi baru dapat kita tangkap untuk di olah menjadi suatu inovasi. Informasi merupakan media terpenting agar kita tidak ketinggalan dalam era persaingan globalisasi, internet merupakan sebuah jendela dunia yang tak kenal batas.

"Hiduplah pada saat ini. Lakukanlah yang terbaik hari ini sebab hari esok bergantung pada apa yang kamu lakukan sekarang."


"World will continue to rotate and cannot stand still...
So you must walk with the world..."

No comments: